Minggu, 13 Mei 2012

My Mom Is My Hero 1

My Mom Is My Hero 1
Author : Riska Nur Zikkah
Main Cats :
          - Iky Rizky Agustino (Ayah)
          - Bella Iislyn (Mommy)
          - Demi Lovato (Anak ke-1)
          - Alecia Myurix (Anak ke-2)
          - Dini Meliawati (Anak ke-3)
          - Anita Kusumawardani (Anak ke-4)
          - Puspa Yaumil Akhir (Anak ke-5)
          - Riska Nur Zikkah (Anak ke-6)
          - Retno Heriningrum (Anak ke-7)
          - Juniar Susiani (Anak ke-8)
          - Annisa Putri Wulandari (Anak ke-9)
          - Caitlyn Casmi (Anak ke-10)
          - Rara Alecia (Anak ke-11)
Genre : family, friendship, romance.
Cerita ini aku dedikasikan untuk seluruh Ibu di dunia, terutama Ibu yang telah merawatku J Thank’s Mom :* dan sudah pasti inspirasinya pun Ibuku :D Thank’s again Mom :*.
Oh yah Cuma mau ngasih tau, tanda bintang (*) itu maksudnya sama kayak “skip” yah J
Okey abaikan saja lah :D, Happy Reading Guys! Hope you like it!
J

          “Mom!! Hari ini sarapan apa?!” teriak Dini, kakak ke-3 ku. Yap! Aku anak ke-6 dari 11 bersaudara dari pasangan Bella dan Iky. Ayahku berasal dari Indonesia, tepatnya Lombok, Nusa Tenggara Timur sedangkan Ibuku berasal dari Paris, Francis dan sekarang kami tinggal di Lombok.
          Gila bukan mempunyai saudara sebanyak 10 orang? Ya aku rasa begitu. Apakah kalian kira ini seperti film Barbie yang 12 bersaudara itu? aku harap seperti itu, tapi kenyataannya tidak! Maksudku, kami tidak selalu akrab seperti di Barbie itu. Oh ayolah, itu hanya film bukan kenyataan! Dan ini lah kenyataannya.
          “Mom sudah siapkan omelet di meja makan!” sahut Mom ku dari arah dapur. Beberapa dari kami lari menuju dapur sedangkan yang lainnya masih sibuk dengan urusannya masing-masing. Kakakku Demi malah sibuk dengan bajunya, Alecia dengan kosmetiknya, sedangkan aku sibuk merapihkan buku-buku ku sendiri.
          “KAKAK kemanakan novel ku!?” teriakku seketika meramaikan kamar (?). Kakak-kakak ku malah ngomel tak jelas, oh.. dimana novel kesukaanku? KAK DINI!!!!
          Aku berlari meninggalkan Kak Demi, Puspa, Anita dan Alecia menuju lantai bawah untuk mencari kakak dan adik-adikku yang sudah berada disana. Sesampainya di ruang makan aku mengomel pada kakak ke-3 ku, siapa lagi? Kak Dini.
          “Kakak?! Dimana novel ku?!” aku menepuk bahu Kak Dini, Kak Dini hanya menjawab santai bahwa novelnya dipinjam oleh Retno. Aku berjalan menuju Retno dan katanya dipinjam Juniar, begitu terus sampai akhirnya aku harus berlari menuju lantai atas kembali menuju Kak Demi.
***
          “hueks.. Mom, ini tidak enak” saat semua sudah berkumpul di meja makan Caitlyn malah memakan makanannya duluan dan dia juga yang memuntahkannya kembali, aish menjijikan. Mendengar Caitlyn berbicara seperti itu kami pun mencoba sedikit omelet itu.
          Beberapa dari kami memuntahkan kembali makanannya, tapi tidak dengan aku, Kak Puspa dan Retno. Kami  lebih mementingkan perasaan Mom yang telah memasak makanan ini, sungguh ini benar-benar tidak enak.
          “apa ini Mom? Sudahlah, lebih baik aku makan di luar saja!” Kak Demi, Dini, Alecia pun berdiri lalu meninggalkan kami yang berada di ruang makan, selang beberapa saat Annisa, Caitlyn, Juniar, Anita dan aku juga pergi menyusul yang lain ke sekolah. Sebenarnya aku tidak tega melihat Mom seperti itu, tapi apa boleh buat? Aku ditarik oleh Caitlyn yang tadi duduk di sebelahku dan kini tinggal Mom, Ka Puspa dan Retno sajalah yang berada disana. Ayahku seorang pilot, dan sekarang ia sedang bertugas. Dan karena pekerjaan ayah ku itulah ayahku dapat bertemu dengan mommy.
          -Bella (mommy) meneteskan airmatanya melihat anak-anaknya yang tidak suka atas masakan yang sudah susah payah ia buat. Melihat hal itu, Puspa dan Retno mencoba menghibur Bella dengan menenangkannya dan menghabiskan makanan itu-
***
          Ya ampun, apa aku tak salah liat? Kak Alecia? Aku yakin ini adalah mimpi! Ku lihat Kak Alecia sedang berciuman dengan pria yang.. entahlah aku pun tak tau dia siapa. Taman ini pun terlihat sepi. Ka.. Ka.. Kak Alecia?
          “apakah aku bermimpi? Tolong cubit aku” aww… Retno malah benar-benar mencubit pipiku, sakit. Ih, aku tak suka ini. Yang benar saja! Okey, Kak Alecia memang lebih tua 4 tahun dariku dan umurnya sekarang sudah menginjak 17 tahun. Tapi ini sama saja! Ini Negara hukum bukan Negara bebas, Ini Indonesia! Kak Alecia berciuman? Bahkan Kak Demi pun belum pernah berpacaran sampai sekarang!
          Kraakk..
          “ups” Retno tak sengaja menginjak botol air mineral saat kami akan pergi dari taman itu dan ku lihat Kak Alecia langsung melepas ciuman itu lalu mencari sumber suara tadi.
          “siapa itu?” tanya Kak Alecia, aku segera menarik Retno untuk berlari dari tempat kejadian perkara tapi karena kesialanku hari ini aku dan Retno ketahuan. Itu karena Kak Alecia memanggil namaku dan Retno saat kami kabur.
          -ditempat lain- “benarkah? Aku ingin menonton film itu!” ucap Puspa semangat, Puspa sedang berbicara dengan teman sekelasnya. Dan seperti biasa, tidak akan lepas dari cerita film atau novel.
          “itu dia, aku ga tau film itu udah ada di bioskop ngga nya” sahut teman Puspa yang diketahui namanya Lee Jin itu.
          “aish, padahal aku ingin menonton nya besok” sesal Puspa lalu perhatiannya kembali menuju laptop yang sedang memutar sebuah video.
          -kembali- “hosh.. hosh.. hosh..” kami masih mengatur nafas karena kami telah berlari sekitar 1km sampai 2km tadi. Kulihat ini sudah berada di depan kelasku, 8C. sedangkan kelas Retno di 8A, yah sebenarnya kami ini kembar, maksudku aku, Puspa dan Retno kembar tapi bukan kembar identik, wajah kami saja tak sama. Memang beberapa dari kami ada yang kembar seperti Ka Demi dan Ka Alecia, dan Rara dan Caitlyn, mereka dilahirkan di Paris dengan Ka Anita dan Ka Dini sedangkan yang lainnya lahir di Lombok.
          “KA PUSPA!” ucapku setengah berteriak saat aku memasuki kelasku disusul dengan Retno dibelakangku. Ka Puspa langsung menengokkan kepalanya dan menatapku tajam, oh.. tatapan itu!
          “jangan pernah panggil aku itu di sekolah!” bentak Ka Puspa saat aku menghampiri meja nya, terlihat Lee Jin hanya tertawa melihat kami. Mianhae, aku lupa soal itu ka!
          “baiklah, ada apa?” tanya Puspa setelah aku meminta maaf kepadanya. Aku dan Retno langsung menarik tangannya dan membawanya ke toilet.
**
          “aw.. sakit tau! Ada apa sih?” Puspa memegang tangannya yang sejak tadi kami tarik seperti menarik tali tambang.
          “ii.. i..itu.. aduh, gimana? Kasih tau jangan Ris?” ucap Retno gelagapan seperti orang ling-lung, bukannya dia yang menyuruh untuk memberitahu Puspa? Kata aku juga mending ke Ka Demi sekalian!
          “ya terserah, kasih tau aja!” Puspa hanya memasang wajah bingungnya melihat tingkah kami berdua, uh lucunya..
          “i.. itu..” ucap Retno terpotong lagi karena keraguannya. Puspa terlihat tidak sabar dan menyuruhku untuk memberitahunya.
          “ka.. ka Alecia..” ucapku terpotong karena melihat Ka Demi masuk ke toilet dan berjalan menghampiri kami. (sekolah SD, SMP dan SMA nya menyatu tapi ga segedung). Keringat dingin mengucur dari tubuhku dan kulihat Retno pun begitu, tapi hei.. bagaimana bisa begini?!
          “hei, sedang apa kalian disini?” sapa Ka Demi ramah dan Puspa langsung membalikkan badannya untuk melihat siapa yang datang.
**
          “A.. APA?!” mata Ka Demi berhasil membulat seketika mendengar penjelasanku dan Retno, begitupun dengan Puspa. Yap, kami menjelaskan apa yang telah kami lihat dengan mata kepala kami sendiri, bukan dengan mata kaki kami! (apaan sih -_-)
I've always been the kind of girl
That hid my face
So afraid to tell the world
What I've got to say
          Terdengar ponsel Ka Demi berbunyi, dan itu pun suara Ka Demi sendiri yang sengaja pergi ke rekaman paman untuk merekam lagu buatan kami ber-4. “a.. a..APA?” lagi-lagi Ka Demi kaget karena suara disebrang telepon itu dan pada akhir pembicaraan itu Ka Demi hanya menjawab iya. Aku penasaran sebenarnya ada apa yah? Perasaan ku ga enak tentang pembicaraan telfon itu dan.. benar saja!
          “APA?!” teriak kami ber-3 kompak. A..A..Ayah? Ke..ke…kecelakaan? DEG! Barusaja seperti pesawat yang dikendarai Ayahku menghantam tubuhku dan menjatuhkanku kedalam jurang yang sangat dalam dan gelap. Ayah?
          Butiran-butiran air nan bening berhasil meluncur deras di pipi kami ber-4. “Ayah.. hiks hiks..” aku memeluk Ka Demi dan menangis dalam pelukannya, begitupun dengan Puspa dan Retno.
          Setelah beberapa lama kemudian kami berniat memberitahu semuanya lalu izin di pelajaran berikutnya untuk pulang. Aku tau pasti Mom sangat sedih hari ini, sudah disakiti oleh anak-anaknya sekarang ditinggalkan oleh orang yang sangat ia cintai, Ayah. Tangisan terdengar disegala penjuru mobil taksi ini. Yap, kami lebih memilih menaiki taksi karena jika naik angkot (angkutan kota) mungkin tidak akan sampai tepat waktu.
****
          “Mom!!” kami langsung turun dari mobil dan berlari menuju rumah berharap dapat memeluk dan menenangkan mom, tapi kami juga sangat sedih. Bisa kau bayangkan? Beberapa mobil taksi yang kami tumpangi berhenti di depan rumah dan semua penumpangnya berlari menyerbu satu rumah.
          “Mom” Ka Demi mendapat kesempatan pertama memeluk mom dan kami hanya mengikutinya saja (mirip iklan axis jadinya -___- *abaikan*). “ayah Dem..” ucap Mommy dengan suara serak, mungkin karena sudah terlalu lama menangis. Mom.. L
          Kini semuanya sedang duduk di ruang TV untuk melihat berita tentang jatuh nya pesawat yang dikendarai oleh ayahku di Pulau Kalimantan. Dan posisi pesawat saat jatuh itu ternyata kepala pesawat yang terlebih dulu mendarat, itu berarti.. itu berarti ayah.. ayah kan pilot, jadi yang pasti dia berada di bagian depan pesawat dan..
          “huaaaaaaaaaaa..” suara tangisan begitu jelas terdengar diseluruh ruangan ini setelah berita tentang jatuhnya pesawat itu di TV. I can’t believe this! Ayah.. L tak bisa dipungkiri bahwa ayahku telah tiada dan itu berarti pertemuan satu minggu kemarin adalah pertemuan terakhir atau bisa ku sebut perpisahan.
FLASH BACK ON
          “ayah, aku mau itu!” rengek Rara bagaikan anak TK jari nya menunjukkan kepada kembang gula saat kami tengah berada disebuah pesta teman Ayah didekat pantai. Disini sangat ramai. Ayah melarang Rara agar tidak makan kembang gula saat malam hari dan juga kembang gula tidak bagus untuk kesehatan gigi, itu kata ayah. Untuk menghibur Rara yang sedih karena tidak mendapatkan kembang gula, kami pun diajak Ayah untuk berjalan-jalan dibibir pantai.
          “apakah kalian tau?” ucap Ayah tanpa memperhatikan kami, melainkan pemandangan pantai disekitar kami tetapi aku tau maksud Ayah itu kepada semua anak-anak ayah. Kami pun memandang ayah dengan tatapan ingin tau.
          “dulu saat ayah menyatakan cinta ayah pada mommy kalian, disini lah tempatnya..” ucapan Ayah terhenti dan mengajak kami untuk duduk disebuah batu besar disana, kami sudah bersiap-siap mendengarkan cerita ayah dulu. Oh, aku sangat suka bagian ini.
          Ayah sudah pernah menceritakan bagaimana Ayah bisa bertemu dan berkenalan dengan Mommy, dan sekarang Ayah akan menceritakan kisah dimulainya cinta Ayah dan Mommy dulu.
          “Ayah mengajak Mommy kalian berjalan-jalan di sekitar pantai ini, saat itu adalah beberapa bulan kemudian sejak ayah bertemu dengan mommy kalian. Sebenarnya ayah sudah jatuh cinta kepada mommy kalian sejak pertama kali kita bertemu di Bandara yang berada di Paris, meskipun ayah belum mengenal mommy kalian tapi dia terlihat sangat anggun dan sangat baik dan ternyata benar. mommy kalian juga sangat sabar dalam menghadapi rintangan hidup dan begitu lah ayah bisa cinta kepada mommy kalian” Ayah memberi jeda pada ceritanya dan memandang kosong kearah laut.
          “saat itu, ayah telah membeli sepasang cincin untuk melamar mommy kalian. Ayah tidak mau berpacaran saat itu karena ayah sangat-sangat serius dan ayah juga sudah mengenal lebih dalam tentang mommy kalian. Ayah mengajak mommy kalian ke batu ini dan bersenda gurau disini, berlari kesana kemari bersama ombak pantai dan angin yang sepoi-sepoi” aku memperhatikan setiap lekukan diwajah ayah, terlihat jelas matanya berbinar-binar dan seperti sedang melihat masa lalu nya ayah tersenyum dikala ia sedang bercerita. Senyum yang selalu membuat hatiku tenang, adalah senyuman ayah dan mommy.
          “lalu ayah mengambil cangkang kerang yang sudah tidak berpenghuni lagi dan meletakkan cincin itu didalamnya. Ayah berlutut tepat dihadapan wanita yang telah membuat ayah jatuh cinta, yaitu ibu kalian. ‘aku sangat mencintaimu Bella, saat pertama kali kita bertemu di bandara aku melihat cinta dimatamu kau terlihat sangat baik meskipun aku belum mengetahui sifatmu dan benar saja, bahkan lebih dari itu. Will you marry me?’ ayah berlutut melamar ibu kalian saat itu. matanya berkaca-kaca saat melihat ayah seperti itu” ayah seperti memperagakan bahwa ia sedang menyatakan cintanya kepada mommy. Oh, pasti itu sangat romantis. Ayah sangat lucu ketika ia memperagakannya, aku dan yang lainnya tersenyum melihat ayah dengan tatapan penuh kasih sayang.
          “ibu kalian kaget melihat ayah melamarnya saat itu dan tak disangka ternyata yang dikeluarkan dari bibir manis itu adalah yang diharapkan oleh ayah. Satu bulan kemudian kami melakukan pernikahan juga di pantai ini. Pantai ini penuh dengan kenangan manis antara ayah dan ibu, jadi kalian jangan merusak kenangan itu dengan tangisan disini yah. Ini tempat bahagia kita semua, Ayah-Ibu, Demi, Alecia, Dini, Anita, Puspa, Riska, Retno, Juniar, Annisa, Caitlyn, Rara, ini adalah pantai kenangan manis kita semua J” ayah menyelesaikan ceritanya dengan menyuruh kami agar tidak ada tangisan di pantai ini diantara kami semua. Ayah menyebut semua anak-anak ayah dengan lancarnya dan senyuman diakhir membuat kami tersenyum lebih lebar dari itu.
          Tiba-tiba terlihat bintang jatuh yang terlintas melewati bulan sabit pada malam itu dan “ada bintang jatuh!” teriak Anita menunjuk bintang itu. kami pun memejamkan mata dan berharap sesuatu. Aku berharap dapat hidup bahagia bersama saudari-saudariku dan ayah ibuku.
FLASH BACK OFF
          Kejadian itu terasa baru terjadi barusan, tapi sekarang? Ayah sudah tiada. We’ll miss you Daddy L. Aku memeluk mommy yang berada di sebelahku dan kulihat Annisa yang berada di samping yang lain pun begitu.
          “mom, maafkan kami atas perilaku kami selama ini” ucapku sedikit berbisik ditelinga mommy. Yang lainpun menghampiri mommy dan berusaha menghibur mommy walaupun sebenarnya hati kitapun sakit atas kepergian ayah.
***
Keesokan harinya..
          Masih dengan suasana berkabung. Jasad ayahku dikirim kemarin dan baru saja datang tadi malam. Semuanya berdo’a untuk ayah. Semua tetangga dan sanak saudara pun datang untuk bersama-sama mengirimkan do’a untuk ayah. Aku tidak tega saat ayah sedang dimandikan dan dibalut dengan kain kafan.
          Jika di ukur mungkin air mataku dan saudaraku yang berjumlah 10 sudah memenuhi bak di kamar mandi, kami tidak bisa berhenti menangis. Mata kami sembab bahkan merah.
          “ka.. de.. ayah sudah..” ucap Ka Anita saat kami pulang dari pemakaman ayah. Ka Demi langsung menutup bibir Ka Anita dengan jari telunjuknya.
          “tidak, ayah masih hidup. Ayah masih hidup di hati kita untuk selamanya” ucap Ka Demi menunjuk kearah dimana hati kami berada. Mommy sampai pingsan saat ayah sedang dikuburkan dan sekarang beliau sudah berada di rumah karena segera di antarkan oleh pamanku dengan menaiki mobil.
****
2 Hari Kemudian..
          “aku turut berduka cita yah Ris” ucap Ka Ali, kami sedang berjalan-jalan di pantai. Yap, pantai kenangan itu! sebenarnya aku bersama Retno disini, dan Ka Ali bersama temannya, Ka Alvin.
          “aku ga dianggap” Retno berkata datar sambil menendang batu kecil di hadapannya. “aku juga turut berduka cita yah Retno” kini Ka Alvin mulai berbicara. Retno yang sejak tadi memperhatikan pasir putih yang berada di bawahnya itu langsung mengangkat kepalanya dan melihat kearah Ka Alvin. “iya” ucap kami bersamaan, datar. Well, aku merasa kami masih berada disuasana berkabung.
          -ditempat lain-
         
“aku ikut berduka cita” Annisa dan Juniar tengah berjalan bertiga dengan teman Annisa, Neneng. Yah, sebenarnya Neneng bukan penduduk asli Lombok, ia pindahan dari Pulau Jawa karena ayah nya sedang di tugaskan disini untuk beberapa tahun kedepan.
          “iya” jawaban Annisa dan Juniar pun sama dengan Riska dan Retno, datar. “kita mau kemana?” lanjutnya –Neneng- lagi. Annisa hanya menujuk kearah taman dekat sekolah.
          -ditempat yang lain-
          “APA? PINDAH KE PARIS?” suara seorang gadis yang tengah mengobrol dengan wanita paruh baya yang berada di seberang telfon itu pun mengangget kan gadis lain yang tengah bersamanya saat itu.
          “But, mom..” rengek Demi kepada mommy nya dan tut tut tut, sambungan terputus. Alecia yang tengah bersama Demi melihat wajah Demi dan menunggu kata-kata dari bibir Demi.
          “kita akan pindah ke Paris L” terlihat jelas bahwa Demi tidak suka bahwa dirinya dan keluarganya akan pindah ke Paris. Sedangkan Alecia? Kebalikan dari Demi! Dia malah loncat-loncat senang karena ia akan kembali ke kota kelahirannya itu. Demi segera memberitahu semua saudari nya dengan menelfon langsung semuanya kecuali Alecia, Rara dan Caitlyn karena didalam ponselnya dapat menelfon lebih dari 1 orang. Rara dan Caitlyn menjaga mommynya di rumah, well mungkin mereka baru 11 dan 12 tahun tapi cukuplah untuk menenangkan dan menemani mommynya di rumah.
          “APA?!” teriak semua saudari-saudari Demi ditelfon, mendengarnya Demi langsung menjauhkan ponsel dari telinganya.
          -ditempat Puspa, Anita dan Dini-
          “tapi ka..” ucap mereka bersamaan dan kejadiannya sama seperti Demi tadi dengan mommy, sambungannya terputus begitu saja. Mereka ber-3 saling bertatapan satu sama lain dan sama-sama berteriak. “oh tidaaaaaaaaaaaaaaak”.
          “Ka Demi?” mereka bertanya bersamaan lagi dan sama-sama menjawab “iya”. Setelah itu mereka langsung berlari di koridor sekolah menuju tempat parkir karena sekolah sudah usai dan mereka hanya tidak cepat-cepat pulang melainkan mengunjungi perpustakaan sekolah. Karena mereka semua belum mempunyai SIM jadi mereka hanya mengendarai sepeda mereka, yang lainpun sebenarnya punya jadi di rumah ada 11 sepeda berbeda warna. Wow.
          -ditempat Annisa dan Juniar-
          “ada apa?” tanya Neneng bingung melihat raut wajah Juniar dan Annisa yang gelisah tak karuan. Annisa dan Juniar saling bertatapan sejenak dan sama-sama berteriak ‘NOOOOO!!’
          “PINDAH KE PARIS?” kini raut wajah Neneng pun sama, kaget tak percaya bahwa teman-temannya bakal pergi ke Negeri yang sangat jauh dari sini.
          -kembali ke Retno dan Riska-
          “PARIS?” teriak Ka Ali dan Ka Alvin setelah kami berdua bercerita tentang percakapan  kami dengan Ka Demi di telfon dan reaksinya pun sama dengan kami berdua tadi, kami hanya menjawabnya dengan anggukan.
          “Riska Retno!!” terlihat dari kejauhan, 3 gadis berparas cantik dengan 3 sepeda berwarna abu, ungu dan biru tua. Yap! They are Puspa, Dini and Anita! Untuk apa mereka kesini? Perhatian kami ber-4 pun tertuju pada ke-3 gadis itu.
          “ada apa?” tanya kami berdua saat mereka datang dengan nafas ngos-ngosan. Ku biarkan mereka mengatur nafas mereka dulu dan benar saja, mereka membicarakan tentang Paris.
          “jadi kalian benar-benar akan ke Paris?” tanya Ka Ali yang sejak dari tadi memperhatikan kami, aku hanya mengangkatkan bahuku. Ka Ali yang umurnya hampir sama dengan Ka Demi itu pun langsung menarik tangan ku dari keramaian.
          “kau serius?” tanya nya menatapku dengan tatapan tajam setajam silet (emang mau ngegosip-_-abaikan). Seperti tadi aku hanya mengangkat bahuku, aku juga tidak tahu. Bahkan aku saja di beri tau oleh Ka Demi tadi. Ka Ali menatap mataku serius, wah tatapannya itu loh.
          “um.. aku tak tau, memangnya kenapa?” tanyaku heran, aku berhenti untuk menatap matanya dan melihat kearah laut biru nan indah.
          “um.. tidak” jawab Ka Ali singkat, kalau begitu lebih baik aku kembali ke yang lain. Mungkin mereka akan segera pulang untuk memastikan berita itu real atau bohong. Aku berjalan menuju saudari-saudari ku diikuti dengan Ka Ali. Ah Ka Ali apa-apaan sih menariku hanya untuk membicarakan itu saja, aku kira apa.
          “Ka Ali, Ka Alvin, kita pulang dulu yah! Bye!” aku dan Retno berlari menuju parkiran di dekat pantai untuk mengambil sepeda kami, sepedaku berwarna putih dan punya Retno berwarna merah, biar lebih Nasionalis .. Merah Putih :D.
          “Retno!” “Riska!” panggil Ka Alvin dan Ka Ali berteriak karena kami sudah sangat jauh jaraknya dengan mereka. Aku dan yang lain terus mengayuh pedal sepeda masing-masing tanpa memperdulikan panggilan itu, ya orang yang dipanggil Cuma aku dan Retno -_-.
          “Ka Ali ngomong apa?” tanya Puspa berusaha menyelidiki, orang Ka Ali hanya menanyakan tentang pindahnya kita ke Paris ko.
****
          “Mom, apakah itu benar?” tanya Ka Dini saat kami sudah berada di dalam rumah, tepatnya ruang TV. Mom hanya mengangguk pelan, aku tau mom sangat terpukul dengan kepergian ayah tapi apakah harus bersikap seperti ini kepada kami?
          “Mom, maafkan kami karena telah mengecewakanmu” ucap Ka Anita tiba-tiba dengan raut wajah sedih diikuti olehku, Retno, Puspa, Ka Dini, Ka Demi dan Ka Alecia. Juniar dan Rara aku tak tau mereka kemana. Mendengar perkataan Anita, mommy terpenjat kaget dan mengulurkan tangannya untuk membiarkan kami memeluk mom. Aku segera berlari kearah mom dan memeluknya diikuti semuanya.
          “Mom sudah memaafkan kalian J hanya saja mom tidak ingin terus sedih karena selalu mengingat kenangan bersama ayah kalian disini. Please mengerti mommy yah” ucap Mommy memasang senyuman manis di wajahnya, senyuman yang selalu membuat kami hangat dikala dinginnya malam dan selalu menerangi kami dikala kegelapan datang. Mom.. tak disangka butiran air itu pun mengalir lagi di pipi kami, air mata.
          “lalu bagaimana dengan rumah ini?” tanya Ka Demi saat kami semua sudah duduk di sofa ruang TV. Rumah ini akan diambil alih oleh pamanku, yaitu adik ayahku. Tapi sungguh aku tak bisa meninggalkan tempat ini, Lombok, Indonesia. Ini tanah kelahiranku, terlalu banyak kenangan manis yang tak bisa ku tinggalkan disini dan mungkin yang lain pun begitu.
          “tapi dengan 1 syarat” ucapku mengacungkan jari telunjukku yang membentuk angka 1, yang lainnya pun langsung memusatkan perhatiannya ke arahku.
          “aku tidak ingin pergi ke Paris tanpa sepeda putih pemberian ayah” aku tidak ingin kehilangan semua kenangan disini, aku ingin membawa sepeda itu, sepeda pemberian ayah saat aku memasuki SMP. Mom berfikir keras memikirkan bagaimana cara membawa sepeda-sepeda itu karena yang lain juga meminta seperti itu kecuali Ka Alecia.
          “baiklah, sepeda itu akan dikirim kan ke Paris setelah kalian tiba disana” jawab Mom dengan senyumnya meskipun kami tau bahwa mom masih bersedih.
          -ditempat Juniar dan Annisa-
          “pasti kelas sepi tanpa kalian” Neneng memanyunkan bibirnya, mungkin ia tak bisa jika tiba-tiba teman-teman terbaiknya pergi begitu saja. Annisa dan Juniar berusaha menghibur Neneng dan akan mengirimi dia surat setiap 2 kali sebulan.
          “ini untuk kalian” ucap Neneng memberikan dua buah kotak berbeda warna kepada kedua bersaudara itu. Dengan senang hati mereka berdua menerimanya.
          -kembali kerumah-
          Kemana Annisa sama Juniar yah? Masa belum pulang? Aku menyuruh Caitlyn untuk menelfon salah satu dari mereka untuk memastikan mereka baik-baik saja.
          “halo?” suara gadis cantik disebrang telfon sana, sepertinya Caitlyn menelfon Juniar. Caitlyn menyuruh kakanya itu untuk segera pulang dikarena kan harus segera berkemas dan besok pagi jam 9 kami akan berangkat ke Jakarta, tepatnya ke Bandara Soekarno-Hatta karena mom sudah memesan 12 tiket ke Paris.
          “baiklah aku akan pulang” dan tut tut tut. Sambungan diputuskan. Caitlyn kembali berlari ke lemarinya untuk berkemas.
****
          Hari yang telah ditunggu-tunggu itu pun telah datang, hari keberangkatan kami ke Paris. Sebelum kami berangkat ke Jakarta jam 9 pagi, aku meminta izin untuk berkeliling kota dengan sepeda kami. Aku dan saudari-saudariku berniat untuk bersepeda ke pantai kenangan manis itu untuk mengenang masa terakhir kami disini.
          “hiks..” kudengar suara isakan tangis diantara kami dan ternyata itu Juniar dan Annisa. Ka Demi menyuruh mereka agar tidak menangis di pantai ini karena teringat oleh kata-kata ayah, mereka pun berhenti menangis.
          “aku tidak akan pernah melupakan semua kenangan disini” tak disangka aku, Anita, Puspa dan Retno mengatakan hal yang sama secara bersamaan. Aku tau mereka sebenarnya menangis dalam hati mereka, begitupun denganku.
          “Riska! Retno!” suara itu lagi, aku sangat mengenal suara laki-laki yang bernama Ali itu, maksudku Ka Ali dan Ka Alvin tapi mereka bersama teman-temannya yang lain. Mereka berlari kearah kami yang tengah duduk-duduk santai di batu besar.
          Ku dengar mereka tengah mengatur nafasnya untuk kembali normal karena mungkin terlalu lelah berlari, sedangkan teman-teman Ka Ali dan Ka Alvin hanya berjalan santai saja jadi mereka tertinggal di belakang Ka Ali dan Ka Alvin. “ada apa?” tanya Retno dingin setelah mereka datang dan bersandar di batu besar tempat kami semua duduk.
          “sedang apa kalian disini?” tanya Ka Alvin dan pertanyaan itu di jawab oleh Ka Demi, kakak kelas Ka Alvin. Yeah, Ka Alvin dan Ka Ali hanya beda 1 tahun dengan Ka Demi. Teman-teman Ka Ali dan Ka Alvin pun datang dengan santai. Ada yang menyapa Puspa, Ka Demi, Dini dan Anita. Apakah disini ga ada Ka Alecia, Juniar, Annisa, Rara, dan Caitlyn dimata mereka? Oh, mungkin mereka tidak mengenal mereka, tapi mustahil -_-.
          “apa kalian benar-benar akan pindah ke Paris?” tanya Ka Kevin, aku tau pertanyaan itu untuk kami semua tapi kenapa Ka Kevin hanya menatap wajah Puspa saja? Ka Alecia yang menjawab pertanyaan Ka Kevin, mungkin karena ragu atas jawaban Ka Alecia, Ka Kevin malah bertanya lagi ke Puspa.
          “benarkah itu Puspa?” tanya Ka Kevin menatap wajah Puspa yang cantik nan putih itu. Aku rasa Ka Kevin menyukai Puspa, hehehe.
          “Riska!” Puspa menatapku tajam, ups, dia bisa membaca pikiranku. Hehehe, maaf Ka!. Puspa hanya mengangguk pelan menjawab pertanyaan Ka Kevin. “kalau begitu, boleh kah aku  meminjam Riska sebentar? Untuk yang terakhir kalinya, please..” ka Ali terlihat memohon meminta izin kepada kaka tertuaku, Ka Demi. Tak kalah dengan Ka Ali. Ka Kevin memohon untuk Puspa, Ka Alvin dengan Retno, Ka Fikri dengan Anita, Ka Dini diajak oleh Ka Ryan. Mendengar celotehan para pria keren itu Ka Demi langsung menutup telinganya.
          “STOPP!! Okey okey, aku izinkan. Tapi sebelum jam setengah 9 kalian harus pulang atau menelfon kaka untuk pulang bersama” ucap Ka Demi melihat kepada adik-adiknya itu.  Ka Puspa dan Ka Dini hanya mengdengus kesal karena diberi izin oleh Ka Demi.
          “baiklah ayo!” ucap semua pria menyebutkan nama masing-masing dari kami. Ka Ali mengajakku untuk berjalan kaki tapi karena tidak mau meninggalkan sepedaku ya aku bawa saja sepedaku.
          Kami hanya berkeliling pantai saja sembari mengobrol, huh haus.. “ka, aku beli minum dulu yah!” aku meninggalkan Ka Ali yang sedang duduk bersantai di atas pasir putih dan Ka Ali hanya mengangguk tersenyum.
          -ditempat Puspa-
          “ada apa?” tanya Puspa dingin tanpa melihat kearah Kevin. Dengan lembutnya Kevin hanya menjawab bahwa ia ingin berjalan-jalan berdua dengan Puspa sebagai tanda perpisahan atau pertemuan terakhir mereka. Diam. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Puspa maupun Kevin.
          ­-ditempat Retno-
          Diam. Hanya deburan ombak dan suara samar-samar dari saudari-saudari Retno yang sedang bersenda gurau. Retno dan ka Alvin hanya berjalan santai di antara deburan ombak yang bagaikan anak-anak yang sedang berkejaran.
          -di tempat Anita-
          “hahahaha..” Anita tertawa lepas mendengar lelucon Fikri dan mereka pun tertawa bersama. Berjalan-jalan di bibir pantai dan bersenda gurau. Anita dan Fikri bagaikan sepasang kekasih. Sebenarnya jarak mereka dengan saudari-saudari Anita tidak terlalu jauh.
          -ditempat Dini-
          “benarkah? Aku harus bagaimana?” tanya Ryan kaget. Dini hanya mengangkat bahunya dan tersenyum tipis. Ryan dan Dini hanya mengobrol-ngobrol saja disana yang padahal jika mereka mengobrol di batu besar itu pun tak apa. Ryan aneh --.
          -kembali ke Riska-
          Ku lihat Ka Ali seperti sedang merangkai sesuatu, tapi entahlah. Aku membawakan dua jus mangga yang telah ku beli di warung dekat pantai, aku tak suka minuman bersoda. “hei, apa itu ka?” aku berusaha mengagetkan Ka Ali dan ternyata berhasil, hahaha dia sangat lucu.
          “ah tidak” sepertinya Ka Ali menyembunyikan sesuatu di saku celananya. Aku pun duduk di sebelahnya, menatap indahnya laut biru dan memberikan salah satu jus mangga itu kepada Ka Ali. “terima kasih” aku hanya tersenyum melihat Ka Ali dan kembali menatap laut.
          “hm.. apakau senang jika harus pindah ke Paris?” Ka Ali tiba-tiba bertanya dan membuatku tersedak karena aku sedang meminum jusku.
          “uhuk.. khm..” “yah, senang atau pun yang penting mommy senang, kami hanya ingin menuruti mom sajaa walau pada kenyataannya aku tidak bisa meninggalkan Indonesia” jelasku tanpa memandang wajah Ka Ali. Hening.. hanya ada kicauan burung yang berterbangan diatas laut. 
TO BE CONTINUE

note : dilarang keras mengcopy cerita ini sebelum meminta izin langsung kepada sang author!!

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar