My Mom Is My Hero 1
Author : Riska Nur Zikkah
Main Cats :
- Iky Rizky Agustino (Ayah)
- Bella Iislyn (Mommy)
- Demi Lovato (Anak ke-1)
- Alecia Myurix (Anak ke-2)
- Dini Meliawati (Anak ke-3)
- Anita Kusumawardani (Anak ke-4)
- Puspa Yaumil Akhir (Anak ke-5)
- Riska Nur Zikkah (Anak ke-6)
- Retno Heriningrum (Anak ke-7)
- Juniar Susiani (Anak ke-8)
- Annisa Putri Wulandari (Anak ke-9)
- Caitlyn Casmi (Anak ke-10)
- Rara Alecia (Anak ke-11)
- Iky Rizky Agustino (Ayah)
- Bella Iislyn (Mommy)
- Demi Lovato (Anak ke-1)
- Alecia Myurix (Anak ke-2)
- Dini Meliawati (Anak ke-3)
- Anita Kusumawardani (Anak ke-4)
- Puspa Yaumil Akhir (Anak ke-5)
- Riska Nur Zikkah (Anak ke-6)
- Retno Heriningrum (Anak ke-7)
- Juniar Susiani (Anak ke-8)
- Annisa Putri Wulandari (Anak ke-9)
- Caitlyn Casmi (Anak ke-10)
- Rara Alecia (Anak ke-11)
Genre : family, friendship, romance.
Cerita ini aku dedikasikan untuk seluruh Ibu di
dunia, terutama Ibu yang telah
merawatku J
Thank’s Mom :* dan sudah pasti inspirasinya pun Ibuku :D Thank’s again Mom :*.
Oh yah Cuma mau ngasih tau, tanda bintang (*)
itu maksudnya sama kayak “skip” yah J
Okey abaikan saja lah :D, Happy Reading Guys! Hope you like it! J
Okey abaikan saja lah :D, Happy Reading Guys! Hope you like it! J
“Mom!!
Hari ini sarapan apa?!” teriak Dini, kakak ke-3 ku. Yap! Aku anak ke-6 dari 11
bersaudara dari pasangan Bella dan Iky. Ayahku berasal dari Indonesia, tepatnya
Lombok, Nusa Tenggara Timur sedangkan Ibuku berasal dari Paris, Francis dan
sekarang kami tinggal di Lombok.
Gila
bukan mempunyai saudara sebanyak 10 orang? Ya aku rasa begitu. Apakah kalian
kira ini seperti film Barbie yang 12 bersaudara itu? aku harap seperti itu,
tapi kenyataannya tidak! Maksudku, kami tidak selalu akrab seperti di Barbie
itu. Oh ayolah, itu hanya film bukan kenyataan! Dan ini lah kenyataannya.
“Mom
sudah siapkan omelet di meja makan!” sahut Mom ku dari arah dapur. Beberapa
dari kami lari menuju dapur sedangkan yang lainnya masih sibuk dengan urusannya
masing-masing. Kakakku Demi malah sibuk dengan bajunya, Alecia dengan
kosmetiknya, sedangkan aku sibuk merapihkan buku-buku ku sendiri.
“KAKAK
kemanakan novel ku!?” teriakku seketika meramaikan kamar (?). Kakak-kakak ku
malah ngomel tak jelas, oh.. dimana novel kesukaanku? KAK DINI!!!!
Aku
berlari meninggalkan Kak Demi, Puspa, Anita dan Alecia menuju lantai bawah
untuk mencari kakak dan adik-adikku yang sudah berada disana. Sesampainya di
ruang makan aku mengomel pada kakak ke-3 ku, siapa lagi? Kak Dini.
“Kakak?!
Dimana novel ku?!” aku menepuk bahu Kak Dini, Kak Dini hanya menjawab santai
bahwa novelnya dipinjam oleh Retno. Aku berjalan menuju Retno dan katanya
dipinjam Juniar, begitu terus sampai akhirnya aku harus berlari menuju lantai
atas kembali menuju Kak Demi.
***
“hueks..
Mom, ini tidak enak” saat semua sudah berkumpul di meja makan Caitlyn malah
memakan makanannya duluan dan dia juga yang memuntahkannya kembali, aish
menjijikan. Mendengar Caitlyn berbicara seperti itu kami pun mencoba sedikit
omelet itu.
Beberapa
dari kami memuntahkan kembali makanannya, tapi tidak dengan aku, Kak Puspa dan
Retno. Kami lebih mementingkan perasaan
Mom yang telah memasak makanan ini, sungguh ini benar-benar tidak enak.
“apa
ini Mom? Sudahlah, lebih baik aku makan di luar saja!” Kak Demi, Dini, Alecia
pun berdiri lalu meninggalkan kami yang berada di ruang makan, selang beberapa
saat Annisa, Caitlyn, Juniar, Anita dan aku juga pergi menyusul yang lain ke
sekolah. Sebenarnya aku tidak tega melihat Mom seperti itu, tapi apa boleh
buat? Aku ditarik oleh Caitlyn yang tadi duduk di sebelahku dan kini tinggal
Mom, Ka Puspa dan Retno sajalah yang berada disana. Ayahku seorang pilot, dan
sekarang ia sedang bertugas. Dan karena pekerjaan ayah ku itulah ayahku dapat
bertemu dengan mommy.
-Bella
(mommy) meneteskan airmatanya melihat anak-anaknya yang tidak suka atas masakan
yang sudah susah payah ia buat. Melihat hal itu, Puspa dan Retno mencoba
menghibur Bella dengan menenangkannya dan menghabiskan makanan itu-
***
Ya
ampun, apa aku tak salah liat? Kak Alecia? Aku yakin ini adalah mimpi! Ku lihat
Kak Alecia sedang berciuman dengan pria yang.. entahlah aku pun tak tau dia
siapa. Taman ini pun terlihat sepi. Ka.. Ka.. Kak Alecia?
“apakah
aku bermimpi? Tolong cubit aku” aww… Retno malah benar-benar mencubit pipiku,
sakit. Ih, aku tak suka ini. Yang benar saja! Okey, Kak Alecia memang lebih tua
4 tahun dariku dan umurnya sekarang sudah menginjak 17 tahun. Tapi ini sama
saja! Ini Negara hukum bukan Negara bebas, Ini Indonesia! Kak Alecia berciuman?
Bahkan Kak Demi pun belum pernah berpacaran sampai sekarang!
Kraakk..
“ups” Retno tak sengaja menginjak botol air mineral saat kami akan pergi dari taman itu dan ku lihat Kak Alecia langsung melepas ciuman itu lalu mencari sumber suara tadi.
“ups” Retno tak sengaja menginjak botol air mineral saat kami akan pergi dari taman itu dan ku lihat Kak Alecia langsung melepas ciuman itu lalu mencari sumber suara tadi.
“siapa
itu?” tanya Kak Alecia, aku segera menarik Retno untuk berlari dari tempat
kejadian perkara tapi karena kesialanku hari ini aku dan Retno ketahuan. Itu
karena Kak Alecia memanggil namaku dan Retno saat kami kabur.
-ditempat lain- “benarkah? Aku ingin
menonton film itu!” ucap Puspa semangat, Puspa sedang berbicara dengan teman
sekelasnya. Dan seperti biasa, tidak akan lepas dari cerita film atau novel.
“itu
dia, aku ga tau film itu udah ada di bioskop ngga nya” sahut teman Puspa yang
diketahui namanya Lee Jin itu.
“aish,
padahal aku ingin menonton nya besok” sesal Puspa lalu perhatiannya kembali menuju
laptop yang sedang memutar sebuah video.
-kembali- “hosh.. hosh.. hosh..” kami
masih mengatur nafas karena kami telah berlari sekitar 1km sampai 2km tadi.
Kulihat ini sudah berada di depan kelasku, 8C. sedangkan kelas Retno di 8A, yah
sebenarnya kami ini kembar, maksudku aku, Puspa dan Retno kembar tapi bukan
kembar identik, wajah kami saja tak sama. Memang beberapa dari kami ada yang
kembar seperti Ka Demi dan Ka Alecia, dan Rara dan Caitlyn, mereka dilahirkan
di Paris dengan Ka Anita dan Ka Dini sedangkan yang lainnya lahir di Lombok.
“KA
PUSPA!” ucapku setengah berteriak saat aku memasuki kelasku disusul dengan
Retno dibelakangku. Ka Puspa langsung menengokkan kepalanya dan menatapku
tajam, oh.. tatapan itu!
“jangan
pernah panggil aku itu di sekolah!” bentak Ka Puspa saat aku menghampiri meja
nya, terlihat Lee Jin hanya tertawa melihat kami. Mianhae, aku lupa soal itu ka!
“baiklah,
ada apa?” tanya Puspa setelah aku meminta maaf kepadanya. Aku dan Retno
langsung menarik tangannya dan membawanya ke toilet.
**
“aw..
sakit tau! Ada apa sih?” Puspa memegang tangannya yang sejak tadi kami tarik
seperti menarik tali tambang.
“ii..
i..itu.. aduh, gimana? Kasih tau jangan Ris?” ucap Retno gelagapan seperti
orang ling-lung, bukannya dia yang menyuruh untuk memberitahu Puspa? Kata aku
juga mending ke Ka Demi sekalian!
“ya
terserah, kasih tau aja!” Puspa hanya memasang wajah bingungnya melihat tingkah
kami berdua, uh lucunya..
“i..
itu..” ucap Retno terpotong lagi karena keraguannya. Puspa terlihat tidak sabar
dan menyuruhku untuk memberitahunya.
“ka..
ka Alecia..” ucapku terpotong karena melihat Ka Demi masuk ke toilet dan
berjalan menghampiri kami. (sekolah SD, SMP dan SMA nya menyatu tapi ga
segedung). Keringat dingin mengucur dari tubuhku dan kulihat Retno pun begitu,
tapi hei.. bagaimana bisa begini?!
“hei,
sedang apa kalian disini?” sapa Ka Demi ramah dan Puspa langsung membalikkan
badannya untuk melihat siapa yang datang.
**
“A..
APA?!” mata Ka Demi berhasil membulat seketika mendengar penjelasanku dan
Retno, begitupun dengan Puspa. Yap, kami menjelaskan apa yang telah kami lihat
dengan mata kepala kami sendiri, bukan dengan mata kaki kami! (apaan sih -_-)
I've
always been the kind of girl
That hid my face
So afraid to tell the world
What I've got to say
That hid my face
So afraid to tell the world
What I've got to say
Terdengar
ponsel Ka Demi berbunyi, dan itu pun suara Ka Demi sendiri yang sengaja pergi
ke rekaman paman untuk merekam lagu buatan kami ber-4. “a.. a..APA?” lagi-lagi
Ka Demi kaget karena suara disebrang telepon itu dan pada akhir pembicaraan itu
Ka Demi hanya menjawab iya. Aku penasaran sebenarnya ada apa yah? Perasaan ku
ga enak tentang pembicaraan telfon itu dan.. benar saja!
“APA?!”
teriak kami ber-3 kompak. A..A..Ayah? Ke..ke…kecelakaan? DEG! Barusaja seperti
pesawat yang dikendarai Ayahku menghantam tubuhku dan menjatuhkanku kedalam
jurang yang sangat dalam dan gelap. Ayah?
Butiran-butiran
air nan bening berhasil meluncur deras di pipi kami ber-4. “Ayah.. hiks hiks..”
aku memeluk Ka Demi dan menangis dalam pelukannya, begitupun dengan Puspa dan
Retno.
Setelah
beberapa lama kemudian kami berniat memberitahu semuanya lalu izin di pelajaran
berikutnya untuk pulang. Aku tau pasti Mom sangat sedih hari ini, sudah
disakiti oleh anak-anaknya sekarang ditinggalkan oleh orang yang sangat ia
cintai, Ayah. Tangisan terdengar disegala penjuru mobil taksi ini. Yap, kami
lebih memilih menaiki taksi karena jika naik angkot (angkutan kota) mungkin
tidak akan sampai tepat waktu.
****
“Mom!!”
kami langsung turun dari mobil dan berlari menuju rumah berharap dapat memeluk
dan menenangkan mom, tapi kami juga sangat sedih. Bisa kau bayangkan? Beberapa
mobil taksi yang kami tumpangi berhenti di depan rumah dan semua penumpangnya
berlari menyerbu satu rumah.
“Mom”
Ka Demi mendapat kesempatan pertama memeluk mom dan kami hanya mengikutinya
saja (mirip iklan axis jadinya -___- *abaikan*). “ayah Dem..” ucap Mommy dengan
suara serak, mungkin karena sudah terlalu lama menangis. Mom.. L
Kini
semuanya sedang duduk di ruang TV untuk melihat berita tentang jatuh nya
pesawat yang dikendarai oleh ayahku di Pulau Kalimantan. Dan posisi pesawat
saat jatuh itu ternyata kepala pesawat yang terlebih dulu mendarat, itu
berarti.. itu berarti ayah.. ayah kan pilot, jadi yang pasti dia berada di
bagian depan pesawat dan..
“huaaaaaaaaaaa..”
suara tangisan begitu jelas terdengar diseluruh ruangan ini setelah berita
tentang jatuhnya pesawat itu di TV. I can’t believe this! Ayah.. L tak bisa
dipungkiri bahwa ayahku telah tiada dan itu berarti pertemuan satu minggu
kemarin adalah pertemuan terakhir atau bisa ku sebut perpisahan.
FLASH
BACK ON
“ayah,
aku mau itu!” rengek Rara bagaikan anak TK jari nya menunjukkan kepada kembang
gula saat kami tengah berada disebuah pesta teman Ayah didekat pantai. Disini
sangat ramai. Ayah melarang Rara agar tidak makan kembang gula saat malam hari
dan juga kembang gula tidak bagus untuk kesehatan gigi, itu kata ayah. Untuk
menghibur Rara yang sedih karena tidak mendapatkan kembang gula, kami pun
diajak Ayah untuk berjalan-jalan dibibir pantai.
“apakah
kalian tau?” ucap Ayah tanpa memperhatikan kami, melainkan pemandangan pantai
disekitar kami tetapi aku tau maksud Ayah itu kepada semua anak-anak ayah. Kami
pun memandang ayah dengan tatapan ingin tau.
“dulu
saat ayah menyatakan cinta ayah pada mommy kalian, disini lah tempatnya..”
ucapan Ayah terhenti dan mengajak kami untuk duduk disebuah batu besar disana,
kami sudah bersiap-siap mendengarkan cerita ayah dulu. Oh, aku sangat suka
bagian ini.
Ayah
sudah pernah menceritakan bagaimana Ayah bisa bertemu dan berkenalan dengan
Mommy, dan sekarang Ayah akan menceritakan kisah dimulainya cinta Ayah dan
Mommy dulu.
“Ayah
mengajak Mommy kalian berjalan-jalan di sekitar pantai ini, saat itu adalah
beberapa bulan kemudian sejak ayah bertemu dengan mommy kalian. Sebenarnya ayah
sudah jatuh cinta kepada mommy kalian sejak pertama kali kita bertemu di
Bandara yang berada di Paris, meskipun ayah belum mengenal mommy kalian tapi
dia terlihat sangat anggun dan sangat baik dan ternyata benar. mommy kalian
juga sangat sabar dalam menghadapi rintangan hidup dan begitu lah ayah bisa
cinta kepada mommy kalian” Ayah memberi jeda pada ceritanya dan memandang
kosong kearah laut.
“saat
itu, ayah telah membeli sepasang cincin untuk melamar mommy kalian. Ayah tidak
mau berpacaran saat itu karena ayah sangat-sangat serius dan ayah juga sudah
mengenal lebih dalam tentang mommy kalian. Ayah mengajak mommy kalian ke batu
ini dan bersenda gurau disini, berlari kesana kemari bersama ombak pantai dan
angin yang sepoi-sepoi” aku memperhatikan setiap lekukan diwajah ayah, terlihat
jelas matanya berbinar-binar dan seperti sedang melihat masa lalu nya ayah
tersenyum dikala ia sedang bercerita. Senyum yang selalu membuat hatiku tenang,
adalah senyuman ayah dan mommy.
“lalu
ayah mengambil cangkang kerang yang sudah tidak berpenghuni lagi dan meletakkan
cincin itu didalamnya. Ayah berlutut tepat dihadapan wanita yang telah membuat
ayah jatuh cinta, yaitu ibu kalian. ‘aku sangat mencintaimu Bella, saat pertama
kali kita bertemu di bandara aku melihat cinta dimatamu kau terlihat sangat
baik meskipun aku belum mengetahui sifatmu dan benar saja, bahkan lebih dari
itu. Will you marry me?’ ayah berlutut melamar ibu kalian saat itu. matanya
berkaca-kaca saat melihat ayah seperti itu” ayah seperti memperagakan bahwa ia
sedang menyatakan cintanya kepada mommy. Oh, pasti itu sangat romantis. Ayah
sangat lucu ketika ia memperagakannya, aku dan yang lainnya tersenyum melihat
ayah dengan tatapan penuh kasih sayang.
“ibu
kalian kaget melihat ayah melamarnya saat itu dan tak disangka ternyata yang
dikeluarkan dari bibir manis itu adalah yang diharapkan oleh ayah. Satu bulan
kemudian kami melakukan pernikahan juga di pantai ini. Pantai ini penuh dengan
kenangan manis antara ayah dan ibu, jadi kalian jangan merusak kenangan itu
dengan tangisan disini yah. Ini tempat bahagia kita semua, Ayah-Ibu, Demi,
Alecia, Dini, Anita, Puspa, Riska, Retno, Juniar, Annisa, Caitlyn, Rara, ini
adalah pantai kenangan manis kita semua J”
ayah menyelesaikan ceritanya dengan menyuruh kami agar tidak ada tangisan di
pantai ini diantara kami semua. Ayah menyebut semua anak-anak ayah dengan
lancarnya dan senyuman diakhir membuat kami tersenyum lebih lebar dari itu.
Tiba-tiba
terlihat bintang jatuh yang terlintas melewati bulan sabit pada malam itu dan
“ada bintang jatuh!” teriak Anita menunjuk bintang itu. kami pun memejamkan
mata dan berharap sesuatu. Aku berharap dapat hidup bahagia bersama
saudari-saudariku dan ayah ibuku.
FLASH
BACK OFF
Kejadian
itu terasa baru terjadi barusan, tapi sekarang? Ayah sudah tiada. We’ll miss
you Daddy L.
Aku memeluk mommy yang berada di sebelahku dan kulihat Annisa yang berada di
samping yang lain pun begitu.
“mom, maafkan kami atas perilaku kami
selama ini” ucapku sedikit berbisik ditelinga mommy. Yang lainpun menghampiri
mommy dan berusaha menghibur mommy walaupun sebenarnya hati kitapun sakit atas
kepergian ayah.
***
Keesokan
harinya..
Masih dengan suasana berkabung. Jasad
ayahku dikirim kemarin dan baru saja datang tadi malam. Semuanya berdo’a untuk
ayah. Semua tetangga dan sanak saudara pun datang untuk bersama-sama
mengirimkan do’a untuk ayah. Aku tidak tega saat ayah sedang dimandikan dan
dibalut dengan kain kafan.
Jika di ukur mungkin air mataku dan
saudaraku yang berjumlah 10 sudah memenuhi bak di kamar mandi, kami tidak bisa
berhenti menangis. Mata kami sembab bahkan merah.
“ka.. de.. ayah sudah..” ucap Ka Anita
saat kami pulang dari pemakaman ayah. Ka Demi langsung menutup bibir Ka Anita
dengan jari telunjuknya.
“tidak, ayah masih hidup. Ayah masih
hidup di hati kita untuk selamanya” ucap Ka Demi menunjuk kearah dimana hati
kami berada. Mommy sampai pingsan saat ayah sedang dikuburkan dan sekarang
beliau sudah berada di rumah karena segera di antarkan oleh pamanku dengan
menaiki mobil.
****
2
Hari Kemudian..
“aku turut berduka cita yah Ris” ucap
Ka Ali, kami sedang berjalan-jalan di pantai. Yap, pantai kenangan itu!
sebenarnya aku bersama Retno disini, dan Ka Ali bersama temannya, Ka Alvin.
“aku ga dianggap” Retno berkata datar
sambil menendang batu kecil di hadapannya. “aku juga turut berduka cita yah
Retno” kini Ka Alvin mulai berbicara. Retno yang sejak tadi memperhatikan pasir
putih yang berada di bawahnya itu langsung mengangkat kepalanya dan melihat
kearah Ka Alvin. “iya” ucap kami bersamaan, datar. Well, aku merasa kami masih
berada disuasana berkabung.
-ditempat
lain-
“aku ikut berduka cita” Annisa dan Juniar tengah berjalan bertiga dengan teman Annisa, Neneng. Yah, sebenarnya Neneng bukan penduduk asli Lombok, ia pindahan dari Pulau Jawa karena ayah nya sedang di tugaskan disini untuk beberapa tahun kedepan.
“aku ikut berduka cita” Annisa dan Juniar tengah berjalan bertiga dengan teman Annisa, Neneng. Yah, sebenarnya Neneng bukan penduduk asli Lombok, ia pindahan dari Pulau Jawa karena ayah nya sedang di tugaskan disini untuk beberapa tahun kedepan.
“iya” jawaban Annisa dan Juniar pun
sama dengan Riska dan Retno, datar. “kita mau kemana?” lanjutnya –Neneng- lagi.
Annisa hanya menujuk kearah taman dekat sekolah.
-ditempat
yang lain-
“APA? PINDAH KE PARIS?” suara seorang gadis yang tengah mengobrol dengan wanita paruh baya yang berada di seberang telfon itu pun mengangget kan gadis lain yang tengah bersamanya saat itu.
“APA? PINDAH KE PARIS?” suara seorang gadis yang tengah mengobrol dengan wanita paruh baya yang berada di seberang telfon itu pun mengangget kan gadis lain yang tengah bersamanya saat itu.
“But, mom..” rengek Demi kepada mommy
nya dan tut tut tut, sambungan
terputus. Alecia yang tengah bersama Demi melihat wajah Demi dan menunggu
kata-kata dari bibir Demi.
“kita akan pindah ke Paris L” terlihat
jelas bahwa Demi tidak suka bahwa dirinya dan keluarganya akan pindah ke Paris.
Sedangkan Alecia? Kebalikan dari Demi! Dia malah loncat-loncat senang karena ia
akan kembali ke kota kelahirannya itu. Demi segera memberitahu semua saudari
nya dengan menelfon langsung semuanya kecuali Alecia, Rara dan Caitlyn karena
didalam ponselnya dapat menelfon lebih dari 1 orang. Rara dan Caitlyn menjaga
mommynya di rumah, well mungkin mereka baru 11 dan 12 tahun tapi cukuplah untuk
menenangkan dan menemani mommynya di rumah.
“APA?!” teriak semua saudari-saudari
Demi ditelfon, mendengarnya Demi langsung menjauhkan ponsel dari telinganya.
-ditempat
Puspa, Anita dan Dini-
“tapi
ka..” ucap mereka bersamaan dan kejadiannya sama seperti Demi tadi dengan
mommy, sambungannya terputus begitu saja. Mereka ber-3 saling bertatapan satu
sama lain dan sama-sama berteriak. “oh tidaaaaaaaaaaaaaaak”.
“Ka Demi?” mereka bertanya bersamaan
lagi dan sama-sama menjawab “iya”. Setelah itu mereka langsung berlari di
koridor sekolah menuju tempat parkir karena sekolah sudah usai dan mereka hanya
tidak cepat-cepat pulang melainkan mengunjungi perpustakaan sekolah. Karena
mereka semua belum mempunyai SIM jadi mereka hanya mengendarai sepeda mereka,
yang lainpun sebenarnya punya jadi di rumah ada 11 sepeda berbeda warna. Wow.
-ditempat
Annisa dan Juniar-
“ada
apa?” tanya Neneng bingung melihat raut wajah Juniar dan Annisa yang gelisah
tak karuan. Annisa dan Juniar saling bertatapan sejenak dan sama-sama berteriak
‘NOOOOO!!’
“PINDAH KE PARIS?” kini raut wajah
Neneng pun sama, kaget tak percaya bahwa teman-temannya bakal pergi ke Negeri
yang sangat jauh dari sini.
-kembali
ke Retno dan Riska-
“PARIS?” teriak Ka Ali dan Ka Alvin setelah
kami berdua bercerita tentang percakapan
kami dengan Ka Demi di telfon dan reaksinya pun sama dengan kami berdua
tadi, kami hanya menjawabnya dengan anggukan.
“Riska Retno!!” terlihat dari
kejauhan, 3 gadis berparas cantik dengan 3 sepeda berwarna abu, ungu dan biru
tua. Yap! They are Puspa, Dini and Anita! Untuk apa mereka kesini? Perhatian
kami ber-4 pun tertuju pada ke-3 gadis itu.
“ada apa?” tanya kami berdua saat
mereka datang dengan nafas ngos-ngosan. Ku biarkan mereka mengatur nafas mereka
dulu dan benar saja, mereka membicarakan tentang Paris.
“jadi kalian benar-benar akan ke Paris?”
tanya Ka Ali yang sejak dari tadi memperhatikan kami, aku hanya mengangkatkan
bahuku. Ka Ali yang umurnya hampir sama dengan Ka Demi itu pun langsung menarik
tangan ku dari keramaian.
“kau serius?” tanya nya menatapku
dengan tatapan tajam setajam silet (emang mau ngegosip-_-abaikan). Seperti tadi
aku hanya mengangkat bahuku, aku juga tidak tahu. Bahkan aku saja di beri tau
oleh Ka Demi tadi. Ka Ali menatap mataku serius, wah tatapannya itu loh.
“um.. aku tak tau, memangnya kenapa?”
tanyaku heran, aku berhenti untuk menatap matanya dan melihat kearah laut biru
nan indah.
“um.. tidak” jawab Ka Ali singkat,
kalau begitu lebih baik aku kembali ke yang lain. Mungkin mereka akan segera
pulang untuk memastikan berita itu real atau bohong. Aku berjalan menuju
saudari-saudari ku diikuti dengan Ka Ali. Ah Ka Ali apa-apaan sih menariku
hanya untuk membicarakan itu saja, aku kira apa.
“Ka Ali, Ka Alvin, kita pulang dulu
yah! Bye!” aku dan Retno berlari menuju parkiran di dekat pantai untuk
mengambil sepeda kami, sepedaku berwarna putih dan punya Retno berwarna merah,
biar lebih Nasionalis .. Merah Putih :D.
“Retno!” “Riska!” panggil Ka Alvin dan
Ka Ali berteriak karena kami sudah sangat jauh jaraknya dengan mereka. Aku dan
yang lain terus mengayuh pedal sepeda masing-masing tanpa memperdulikan
panggilan itu, ya orang yang dipanggil Cuma aku dan Retno -_-.
“Ka Ali ngomong apa?” tanya Puspa
berusaha menyelidiki, orang Ka Ali hanya menanyakan tentang pindahnya kita ke
Paris ko.
****
“Mom, apakah itu benar?” tanya Ka Dini
saat kami sudah berada di dalam rumah, tepatnya ruang TV. Mom hanya mengangguk
pelan, aku tau mom sangat terpukul dengan kepergian ayah tapi apakah harus
bersikap seperti ini kepada kami?
“Mom, maafkan kami karena telah
mengecewakanmu” ucap Ka Anita tiba-tiba dengan raut wajah sedih diikuti olehku,
Retno, Puspa, Ka Dini, Ka Demi dan Ka Alecia. Juniar dan Rara aku tak tau
mereka kemana. Mendengar perkataan Anita, mommy terpenjat kaget dan mengulurkan
tangannya untuk membiarkan kami memeluk mom. Aku segera berlari kearah mom dan
memeluknya diikuti semuanya.
“Mom sudah memaafkan kalian J hanya saja
mom tidak ingin terus sedih karena selalu mengingat kenangan bersama ayah
kalian disini. Please mengerti mommy yah” ucap Mommy memasang senyuman manis di
wajahnya, senyuman yang selalu membuat kami hangat dikala dinginnya malam dan
selalu menerangi kami dikala kegelapan datang. Mom.. tak disangka butiran air
itu pun mengalir lagi di pipi kami, air mata.
“lalu bagaimana dengan rumah ini?”
tanya Ka Demi saat kami semua sudah duduk di sofa ruang TV. Rumah ini akan
diambil alih oleh pamanku, yaitu adik ayahku. Tapi sungguh aku tak bisa
meninggalkan tempat ini, Lombok, Indonesia. Ini tanah kelahiranku, terlalu
banyak kenangan manis yang tak bisa ku tinggalkan disini dan mungkin yang lain
pun begitu.
“tapi dengan 1 syarat” ucapku
mengacungkan jari telunjukku yang membentuk angka 1, yang lainnya pun langsung
memusatkan perhatiannya ke arahku.
“aku tidak ingin pergi ke Paris tanpa
sepeda putih pemberian ayah” aku tidak ingin kehilangan semua kenangan disini,
aku ingin membawa sepeda itu, sepeda pemberian ayah saat aku memasuki SMP. Mom
berfikir keras memikirkan bagaimana cara membawa sepeda-sepeda itu karena yang
lain juga meminta seperti itu kecuali Ka Alecia.
“baiklah, sepeda itu akan dikirim kan
ke Paris setelah kalian tiba disana” jawab Mom dengan senyumnya meskipun kami
tau bahwa mom masih bersedih.
-ditempat
Juniar dan Annisa-
“pasti kelas sepi tanpa kalian” Neneng
memanyunkan bibirnya, mungkin ia tak bisa jika tiba-tiba teman-teman terbaiknya
pergi begitu saja. Annisa dan Juniar berusaha menghibur Neneng dan akan
mengirimi dia surat setiap 2 kali sebulan.
“ini untuk kalian” ucap Neneng
memberikan dua buah kotak berbeda warna kepada kedua bersaudara itu. Dengan
senang hati mereka berdua menerimanya.
-kembali
kerumah-
Kemana Annisa sama Juniar yah? Masa
belum pulang? Aku menyuruh Caitlyn untuk menelfon salah satu dari mereka untuk
memastikan mereka baik-baik saja.
“halo?” suara gadis cantik disebrang telfon
sana, sepertinya Caitlyn menelfon Juniar. Caitlyn menyuruh kakanya itu untuk
segera pulang dikarena kan harus segera berkemas dan besok pagi jam 9 kami akan
berangkat ke Jakarta, tepatnya ke Bandara Soekarno-Hatta karena mom sudah
memesan 12 tiket ke Paris.
“baiklah aku akan pulang” dan tut tut
tut. Sambungan diputuskan. Caitlyn kembali berlari ke lemarinya untuk berkemas.
****
Hari yang telah ditunggu-tunggu itu
pun telah datang, hari keberangkatan kami ke Paris. Sebelum kami berangkat ke
Jakarta jam 9 pagi, aku meminta izin untuk berkeliling kota dengan sepeda kami.
Aku dan saudari-saudariku berniat untuk bersepeda ke pantai kenangan manis itu
untuk mengenang masa terakhir kami disini.
“hiks..” kudengar suara isakan tangis
diantara kami dan ternyata itu Juniar dan Annisa. Ka Demi menyuruh mereka agar
tidak menangis di pantai ini karena teringat oleh kata-kata ayah, mereka pun
berhenti menangis.
“aku tidak akan pernah melupakan semua
kenangan disini” tak disangka aku, Anita, Puspa dan Retno mengatakan hal yang
sama secara bersamaan. Aku tau mereka sebenarnya menangis dalam hati mereka,
begitupun denganku.
“Riska! Retno!” suara itu lagi, aku
sangat mengenal suara laki-laki yang bernama Ali itu, maksudku Ka Ali dan Ka
Alvin tapi mereka bersama teman-temannya yang lain. Mereka berlari kearah kami
yang tengah duduk-duduk santai di batu besar.
Ku dengar mereka tengah mengatur
nafasnya untuk kembali normal karena mungkin terlalu lelah berlari, sedangkan
teman-teman Ka Ali dan Ka Alvin hanya berjalan santai saja jadi mereka
tertinggal di belakang Ka Ali dan Ka Alvin. “ada apa?” tanya Retno dingin
setelah mereka datang dan bersandar di batu besar tempat kami semua duduk.
“sedang apa kalian disini?” tanya Ka
Alvin dan pertanyaan itu di jawab oleh Ka Demi, kakak kelas Ka Alvin. Yeah, Ka
Alvin dan Ka Ali hanya beda 1 tahun dengan Ka Demi. Teman-teman Ka Ali dan Ka
Alvin pun datang dengan santai. Ada yang menyapa Puspa, Ka Demi, Dini dan Anita.
Apakah disini ga ada Ka Alecia, Juniar, Annisa, Rara, dan Caitlyn dimata
mereka? Oh, mungkin mereka tidak mengenal mereka, tapi mustahil -_-.
“apa kalian benar-benar akan pindah ke
Paris?” tanya Ka Kevin, aku tau pertanyaan itu untuk kami semua tapi kenapa Ka
Kevin hanya menatap wajah Puspa saja? Ka Alecia yang menjawab pertanyaan Ka
Kevin, mungkin karena ragu atas jawaban Ka Alecia, Ka Kevin malah bertanya lagi
ke Puspa.
“benarkah itu Puspa?” tanya Ka Kevin
menatap wajah Puspa yang cantik nan putih itu. Aku rasa Ka Kevin menyukai
Puspa, hehehe.
“Riska!” Puspa menatapku tajam, ups,
dia bisa membaca pikiranku. Hehehe, maaf Ka!. Puspa hanya mengangguk pelan
menjawab pertanyaan Ka Kevin. “kalau begitu, boleh kah aku meminjam Riska sebentar? Untuk yang terakhir
kalinya, please..” ka Ali terlihat memohon meminta izin kepada kaka tertuaku,
Ka Demi. Tak kalah dengan Ka Ali. Ka Kevin memohon untuk Puspa, Ka Alvin dengan
Retno, Ka Fikri dengan Anita, Ka Dini diajak oleh Ka Ryan. Mendengar celotehan
para pria keren itu Ka Demi langsung menutup telinganya.
“STOPP!! Okey okey, aku izinkan. Tapi
sebelum jam setengah 9 kalian harus pulang atau menelfon kaka untuk pulang
bersama” ucap Ka Demi melihat kepada adik-adiknya itu. Ka Puspa dan Ka Dini hanya mengdengus kesal
karena diberi izin oleh Ka Demi.
“baiklah ayo!” ucap semua pria menyebutkan
nama masing-masing dari kami. Ka Ali mengajakku untuk berjalan kaki tapi karena
tidak mau meninggalkan sepedaku ya aku bawa saja sepedaku.
Kami hanya berkeliling pantai saja
sembari mengobrol, huh haus.. “ka, aku beli minum dulu yah!” aku meninggalkan
Ka Ali yang sedang duduk bersantai di atas pasir putih dan Ka Ali hanya
mengangguk tersenyum.
-ditempat
Puspa-
“ada apa?” tanya Puspa dingin tanpa
melihat kearah Kevin. Dengan lembutnya Kevin hanya menjawab bahwa ia ingin
berjalan-jalan berdua dengan Puspa sebagai tanda perpisahan atau pertemuan
terakhir mereka. Diam. Tak ada satu kata pun yang keluar dari bibir Puspa
maupun Kevin.
-ditempat
Retno-
Diam. Hanya deburan ombak dan suara
samar-samar dari saudari-saudari Retno yang sedang bersenda gurau. Retno dan ka
Alvin hanya berjalan santai di antara deburan ombak yang bagaikan anak-anak
yang sedang berkejaran.
-di
tempat Anita-
“hahahaha..” Anita tertawa lepas
mendengar lelucon Fikri dan mereka pun tertawa bersama. Berjalan-jalan di bibir
pantai dan bersenda gurau. Anita dan Fikri bagaikan sepasang kekasih.
Sebenarnya jarak mereka dengan saudari-saudari Anita tidak terlalu jauh.
-ditempat
Dini-
“benarkah? Aku harus bagaimana?” tanya
Ryan kaget. Dini hanya mengangkat bahunya dan tersenyum tipis. Ryan dan Dini
hanya mengobrol-ngobrol saja disana yang padahal jika mereka mengobrol di batu
besar itu pun tak apa. Ryan aneh --.
-kembali
ke Riska-
Ku lihat Ka Ali seperti sedang
merangkai sesuatu, tapi entahlah. Aku membawakan dua jus mangga yang telah ku
beli di warung dekat pantai, aku tak suka minuman bersoda. “hei, apa itu ka?”
aku berusaha mengagetkan Ka Ali dan ternyata berhasil, hahaha dia sangat lucu.
“ah tidak” sepertinya Ka Ali
menyembunyikan sesuatu di saku celananya. Aku pun duduk di sebelahnya, menatap
indahnya laut biru dan memberikan salah satu jus mangga itu kepada Ka Ali.
“terima kasih” aku hanya tersenyum melihat Ka Ali dan kembali menatap laut.
“hm.. apakau senang jika harus pindah
ke Paris?” Ka Ali tiba-tiba bertanya dan membuatku tersedak karena aku sedang
meminum jusku.
“uhuk.. khm..” “yah, senang atau pun
yang penting mommy senang, kami hanya ingin menuruti mom sajaa walau pada
kenyataannya aku tidak bisa meninggalkan Indonesia” jelasku tanpa memandang
wajah Ka Ali. Hening.. hanya ada kicauan burung yang berterbangan diatas laut.
note : dilarang keras mengcopy cerita ini sebelum meminta izin langsung kepada sang author!!
TO BE CONTINUE
note : dilarang keras mengcopy cerita ini sebelum meminta izin langsung kepada sang author!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar