My Mom Is My Hero 2
Author : Riska Nur Zikkah
Main Cats :
- Bella Iislyn (Mommy)
- Demi Lovato (Anak ke-1)
- Alecia Myurix (Anak ke-2)
- Dini Meliawati (Anak ke-3)
- Anita Kusumawardani (Anak ke-4)
- Puspa Yaumil Akhir (Anak ke-5)
- Riska Nur Zikkah (Anak ke-6)
- Retno Heriningrum (Anak ke-7)
- Juniar Susiani (Anak ke-8)
- Annisa Putri Wulandari (Anak ke-9)
- Caitlyn Casmi (Anak ke-10)
- Rara Alecia (Anak ke-11)
- Bella Iislyn (Mommy)
- Demi Lovato (Anak ke-1)
- Alecia Myurix (Anak ke-2)
- Dini Meliawati (Anak ke-3)
- Anita Kusumawardani (Anak ke-4)
- Puspa Yaumil Akhir (Anak ke-5)
- Riska Nur Zikkah (Anak ke-6)
- Retno Heriningrum (Anak ke-7)
- Juniar Susiani (Anak ke-8)
- Annisa Putri Wulandari (Anak ke-9)
- Caitlyn Casmi (Anak ke-10)
- Rara Alecia (Anak ke-11)
Sub.Cats : Nickhun Buck Horvejkul (2PM), Liam Payne (One Direction)
Genre : family, friendship, romance.
Hembusan angin
laut dipagi hari dan sehatnya sinar mentari menemani kami berdua –ali dan
riska-. Sedangkan saudari-saudari ku yang cukup jauh jaraknya dariku bersenda
gurau, bahkan ada yang berlarian. Hm.. aku hanya bisa menikmati alam indah ini
dengan meminum jus manggaku ini.
“hm.. Ris” Ka
Ali memecahkan keheningan diantara kami. Aku hanya memalingkan wajahku untuk
melihat wajah Ka Ali tanpa satu kata pun terucap dari bibirku.
“aku..” ucap
Ka Ali terputus ketika menatap wajahku dan kembali mengalihkan pandangannya
menuju laut biru, aku hanya menatap Ka Ali bingung. “aku apa ka?” tanyaku
memasang wajah bingung.
“ah tidak”
aish, apa-apaan sih Ka Ali. Selalu saja begitu! Memang nya kenapa? Aku apa?
Jangan buat aku penasaran ka..
“aku apa ka?”
tanyaku ulang karena aku semakin penasaran, sebenarnya apa yang akan dikatakan
Ka Ali? Ka Ali kembali memandang wajahku dan merogoh saku baju nya untuk
mengambil sesuatu.
Tit tit tit, suara alarm jam tanganku
berbunyi. Tadi aku memasang jam alarm agar aku tidak lupa untuk kembali ke Ka
Demi, dan ini sudah jam 8 lebih 15. “um.. ka, aku harus kembali ke Ka Demi” aku
pun berdiri dan bersiap-siap untuk pergi dengan sepedaku.
“um .. Ris” Ka
Ali menahan tanganku, aku menatap tangan Ka Ali yang sedang memegang tanganku
dan ia segera melepaskan pegangannya.
“maaf, hm..
ini” Ka Ali memberikan sebuah gelang yang terbuat dari kerang-kerang kecil. Aku
tidak langsung menerimanya melainkan menatap Ka Ali dengan tatapan bingung.
“ini kenangan
terakhir dariku, aku sengaja membuatnya tadi saat kau membeli jus dan ini, maaf
kalau jelek” jelas Ka Ali kembali memberikan gelangnya, Ka Ali mengangkat
tanganku dan memasangkan gelang itu dilenganku.
“makasih ka J” aku memperhatikan gelang
pemberian Ka Ali, ini sangat cantik. Oh yah aku harus segera ke Ka Demi. Aku
memegang sepedaku dan bersiap-siap untuk mengayuhnya menuju Ka Demi tapi
lagi-lagi Ka Ali menahanku.
“biar aku yang
bawa, kamu di belakang aja” akhirnya Ka Ali yang mengayuh sepedanya dan aku
berdiri di belakang, yah memang hanya ada satu tempat duduk sepedaku tetapi ada
tempat kaki untuk orang kedua (author gatau namanya -__-v)
“kaka!” aku
menyapa Ka Puspa yang sedang memainkan pasir dengan Ka Kevin. Ka Puspa menoleh
kearahku. “ada apa?” tanya Ka Puspa. “udah jam 8 lebih 15 ka, ayo!” aku
berteriak karena jarak sepedaku dan Ka Puspa sudah lumayan jauh.
Disepanjang
jalan aku menyapa saudara-saudaraku meskipun ada dari mereka yang sudah berada
di batu besar dengan Ka Demi dan yang lainnya.
***
“dadah
semuanya!” kami pun mulai mengayuh sepeda kami masing-masing meninggalkan Ka
Ali dan kawan-kawan. Kami mengayuh sekuat tenaga kami agar kami tidak terlambat
datang di rumah.
***
“KAMI PULANG”
kami pun datang dirumah tepat jam setengah sembilan. Dan untunglah kami tidak
dimarahi mom, mom sangat baiiik. Kami pun di antar oleh paman untuk menuju
Bandara Soekarno-Hatta.
***
Tes tes tes.. butiran bening itu
lagi-lagi menghiasi wajah kami, air mata. Kami menangis ketika kami tiba di
Bandara ini, ya.. kau tau? Bandara.. menurut kalian pilot itu bekerja dimana?
Maksudku dimana ayah ku mengendalikan pesawat itu? Yap, disinilah ayahku
bekerja. Aku kangen ayah..
Butiran air
itu mengalir sangat deras di pipi mommy, yah meskipun kami begitu tapi jumlah
air yang keluar berbeda. Mommy sangat-sangat sedih, mungkin kalau kita sangat
sedih.
Sampai jumpa
Indonesia! Aku harap suatu saat aku akan berkunjung kembali kesini, aku.. aku
akan merindukan semua yang ada disini. Indonesia, aku mencintaimu! Daah!!
Lambaian kecil ku sampaikan pada tanah airku dan semua yang aku kenal dan aku
sayang disini. Aku terus melihat dari jendela pesawat sampai akhirnya kami
lepas landas dan terbang tinggi.
“hiks hiks..”
aku sangat ingin memeluk mommy saat ini, tapi apa daya. Mommy berada di depanku
dan yang berada disampingku adalah Ka Alecia. Ku lihat mata Ka Alecia hanya
berkaca-kaca, maksudku dia tidak sampai menangis seperti kami. Yah, mungkin
kalian kira kami ini cengeng, okey
lah, tapi jika kalian seperti kami bagaimana? Menurutku pasti sama.
***
Kami sudah sampai
di Bandara International yang berada di Kota Paris (author memang ga tau
namanya._.vabaikan). lagi-lagi mommy meneteskan air mata, sedangkan kami tidak.
ya kalian tau sendiri, di bandara inilah Mommy dan Ayah dipertemukan saat itu.
“sudah mom,
jangan menangis lagi. Nanti ayah juga ikut menangis” ucap Ka Demi menenangkan
mommy, isakan mommy berangsur-angsur menjadi pelan sampai akhirnya berhenti.
Kami pun menaiki taksi untuk menuju rumah mommy yang berada di Paris, rumah nya
dekat dengan rumah kakek dan nenek.
Begitu sampai
dirumah mommy ini aku terpenjat, kagum melihat rumah mommy yang sebesar ini.
Sebenarnya ukuran rumah ini sama saja dengan rumah yang ada di Indonesia. Tapi
halamannya lah yang membuatku kagum. Disini banyak bunga-bunga yang warna-warni
dan juga air mancur, halamannya cukup luas.
Dan selama
ini, hanya tante ku lah yang menempati rumah ini. Selama mommy tinggal di
Indonesia gitu. Adik mommyku itu pun menyambut kedatangan kami dengan sangat
baik.
“aku turut
berduka cita” tante memeluk mommyku hangat dan mommy hanya mengangguk
menyembunyikan rasa sedihnya yang sangat mendalam itu. Hari ini kami terlalu
lelah dan juga kami harus membereskan barang-barang kami jadi kami tidak keluar
rumah hari ini. Tante ku akan mengurus semua tentang sekolah kami.
****
Sinar mentari
yang menerobos celah gorden kamarku, Puspa dan Retno telah membangunkan kami
bertiga. Retno pergi ke kamar mandi, sedangkan kami –Puspa dan Riska- menunggu
giliran setelah Retno. Ka Puspa sibuk dengan laptopnya, entahlah dia sedang
apa. Aku ingin melihat keindahan kota paris dari balkon kamar.
Kubuka pintu
balkon dan sinar mentari pun langsung berebutan untuk masuk kedalam kamar,
cahaya matahari dipagi hari yang menghangatkan tubuh. Ini musim semi, yah aku
tak tau seperti apa negara 4 musim itu karena aku baru mengunjunginya kemarin.
Aku tak pernah berkunjung ke Paris dari sejak aku lahir di Indonesia.
Hm.. udara
pagi hari yang menyejukkan ini pun ikut menemaniku dipagi yang cerah ini. Angin
sepoi-sepoi, rasanya lengkap sudah suasana dipagi Paris ini. Dan balkon kamarku
ini tepat sekali menuju Menara Eiffel meskipun jarak nya sangat jauh, yah
lumayan lah.
Ku lihat
seperti ada pantulan cahaya dari gelang kerang pemberian Ka Ali, tepatnya
didalam kerang yang lebih besar ukurannya dibanding kerang yang lain. Ku
lepaskan gelang dari pergelanganku untuk melihat apa yang telah memantulkan
cahaya matahari itu, karena tidak mungkin jika cangkang kerang bisa memantulkan
cahaya.
Aku
menyipitkan sebelah mataku untuk melihat kedalam isi kerang itu, dan berhasil!
Aku mendapatkannya, hei apa ini? Seperti berlian, tapi tidak mungkin. Hm..
ini.. ini batu permata! Yap batu permata!
Permata ini
cukup kecil, tapi tidak terlalu kecil juga sih. Apa ini sengaja di simpan
didalam kerang oleh Ka Ali atau memang setelah cangkang kerang ini sudah tidak
berpenghuni sudah diisi oleh permata ini? Beribu-ribu pertanyaan muncul
diotakku. Lalu akan ku apakan batu berwarna merah muda ini? Dibuatkan cincin?
Aku tidak suka memakai cincin -_-. Aku ingin membuat jam tangan!
“kaka!” aku
memanggil Ka Puspa yang masih setia dengan laptopnya, Ka Puspa memalingkan
wajahnya kearahku dan kembali focus kelaptopnya. Aku berjalan menghampiri Ka
Puspa.
“ka, menurut
kaka ini apa?” aku menunjukkan batu merah muda tadi. Ka Puspa mengambilnya dari
tanganku dan memperhatikannya dengan seksama (?).
“bukannya ini
batu permata ruby? Kamu dapet dari mana?” tanya Ka Puspa setelah memperhatikan
batu permata yang diketahuinya permata ruby itu. Aku hanya memberikan gelang
kerang ku pada Ka Puspa.
Ka Puspa
memperhatikan gelang itu kembali, sepertinya masih ada yang terselip di dalam
cangkang kerang yang lain. Aku heran, bagaimana bisa? Cangkang kerang itu
lumayan kecil, tidak besar. Tidak ada yang berfikir itu seperti tiram yang ada
di spongebob.
Ternyata Ka
Puspa mengeluarkan sebuah kertas dari sebuah cangkang kerang itu juga. “aku
harap kau menyukainya, dan sebenarnya aku sangat menyayangimu-Ali” Ka Puspa
membacakan tulisan yang berada di dalam kertas kecil itu. apa?
Kaget, itulah
yang aku rasakan saat ini. Begitupun dengan Ka Puspa. “jadi?” tanya Ka Puspa membulatkan
matanya (?). Yang aku herankan, bagaimana bisa kertas itu masuk kedalam kerang
itu? begitupun dengan batu permata itu. Retno keluar dari kamar mandi dan
menghampiri kami sembari mengeringkan rambutnya yang baru dikeramas.
“ada apa?”
tanya Retno melihat kami berdua. Kami saling bertatapan dan “noooooo” entah
kenapa aku berteriak setelah itu. Ka Puspa memberikan kertas kecil itu ke Retno
dan dia membacanya. “hah?” sama seperti kami, kaget.
PRAAAANNGG….
Ditengah kekagetan kami akan surat itu, terdengar suara sesuatu yang terbuat dari kaca jatuh ke lantai. Kami yang mendengarnya pun segera berlari ke lantai bawah untuk melihat.
Ditengah kekagetan kami akan surat itu, terdengar suara sesuatu yang terbuat dari kaca jatuh ke lantai. Kami yang mendengarnya pun segera berlari ke lantai bawah untuk melihat.
Tante ku
sekarang sudah tinggal kembali kerumahnya karena pemilik yang sebenarnya sudah
kembali, sebenarnya tante ku disuruh mommy untuk tetap tinggal tapi tanteku
menolak dengan alasan keluarganya.
“AKU TAK MAU
MOM!” sentak Ka Alecia. Aku tak tau apa yang jadi permasalahannya disini,
sebenarnya ada apa? Terlihat wajah mom merah padam, aku tak tau ekspresi apa
itu. Apakah sedih, marah, kecewa atau entahlah.
“tapi tante mu
sudah susah payah Lec!” bentak mommy tak kalah dengan Ka Alecia. Ka Alecia mengambil
gelas yang berada di meja didekatnya dan bersiap-siap untuk melemparnya
kembali.
“MOM EGOIS!” praaangg!! Ka Alecia melemparkan gelas
itu tepat di dekat mommy dan pergi begitu saja. Kini di dapur hanya ada aku,
Retno, Ka Puspa yang melihat mommy. Kami menghampiri mommy.
Mom sudah
terpukul atas kepergian ayah dan sekarang? Kembali sedih karena anaknya,
maksudku anak-anaknya. “mom” lirih kami pelan. Mom sedang membersihkan pecahan
piring dan gelas yang sudah di lemparkan oleh Ka Alecia tadi. Air-air suci itu
pun kembali keluar dari matanya yang indah, menetes di lantai yang dingin.
“ada apa mom?
Ka Alecia kenapa?” kami menunduk untuk menyesuaikan dengan posisi mommy saat
ini. Mommy melihat kearah kami bertiga dan kembali kepekerjaannya. Kami saling bertatapan
dan mengangguk mengetahui apa yang harus kami kerjakan.
Ka Puspa dan
Retno mengajak mommy untuk mengobrol di meja makan sedangkan aku membersihkan
pecahan itu. Aku kira bukan aku yang bersihinnya -_- huaaa.. nasib--!.
-ditempat lain-
BRUUKK
Ketika Anita dan Dini sedang berjalan-jalan di sekitar kompleks rumah ditemani oleh Demi, Anita dan Dini tidak sengaja menabrak seorang pria yang tengah lari pagi.
BRUUKK
Ketika Anita dan Dini sedang berjalan-jalan di sekitar kompleks rumah ditemani oleh Demi, Anita dan Dini tidak sengaja menabrak seorang pria yang tengah lari pagi.
“maaf” ucap
Anita dan Dini bersamaan, mereka lupa bahwa ini di Paris bukan di Lombok. “what’s?”
tanya pria itu bingung. Dini menepuk jidatnya dan Anita mendesah kecil.
“aku lupa, I’m
sorry” ucap mereka berdua bersamaan lagi dan masih dalam keadaan menundukan
kepala. Pria itu tersenyum dan tentu saja mereka berdua tidak bisa melihatnya.
Demi yang berada di belakang mereka dan merasa mengenal pria itu pun
melambaikan tangannya.
“Liam!” sapa
Demi dan pria yang di ketahui namanya Liam itu pun menghampiri Demi dan
melewati Anita dan Dini. Dini dan Anita melihat kemana pria itu berjalan dan
ketika melihat wajah pria itu.
“ya ampun,
keren banget” batin Dini. Tak kalah dengan Dini, Anita pun bergurau dalam
hatinya “ganteng nyaa”. Demi dan Liam asyik mengobrol disana sampai Demi lupa
akan adik-adiknya yang ia tinggalkan begitu saja karena mereka mengobrol sambil
berjalan.
“seperti ada
yang ketinggalan” ucap Demi seperti mencari sesuatu yang janggal dalam hatinya.
Liam hanya mengerutkan dahinya dan bertanya kepada Demi apa yang tertinggal.
“adikku!” Demi
menepuk jidatnya dan berlari sekuat tenaga untuk kembali ke tempat tadi. Ketika
Demi sampai di tempat tadi, Dini dan Anita masih berdiri terpatung seperti
tadi. Demi melambaikan tangannya di depan wajah kedua adiknya itu.
“kakak, kenapa
tinggalin kami!” bentak mereka berdua seperempak bagaikan prajurit wanita. Demi
hanya memamerkan senyumnya kepada kedua adiknya ini lalu merangkul bahu mereka,
jadi sekarang posisi Demi berada di antara kedua adiknya.
Liam pun
menghampiri Demi dengan santainya. “so?” Liam memberhentikan pertanyaannya
untuk meminta jawaban dari Demi.
“they are my
sister. This is Anita and Dini” Demi menunjuk satu-satu dari kedua adiknya itu.
Liam tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada dua gadis cantik tadi.
“Liam Payne”
“Dini Meliawati” “Anita Kusumawardani” mereka saling menunjukkan senyum di
wajah mereka sampai akhirnya Demi mengajak pulang adik-adiknya. “ah.. main dulu
ka” rengek mereka berdua melihat kearah Liam tapi tetap saja mereka tidak bisa
membatalkan keputusan Demi, kakaknya. Dan akhirnya mereka pulang.
***
“bagaimana
mommy?” tanyaku saat aku, Ka Puspa dan Retno sedang bersantai di kamar kami.
Aku dan Ka Puspa sudah mandi tadi setelah menenangkan mommy dan sekarang mommy
sedang menenangkan dirinya di kamar, mungkin sedang tidur untuk melepaskan
lelahnya.
“Ka Alecia ga
mau sekolah di Sky High School padahal dia sudah didaftarkan disana dan kau
lihat sendiri kan? Ka Alecia mengamuk tadi” jelas Ka Puspa yang tetap focus
dengan laptopnya.
“iya, padahal
kan itu masalah sepele” tambah Retno yang sedang serius dengan pensil dan buku
gambarnya.
“hah? Hanya
karena itu? ya ampun” aku tak percaya mendengar penjelasan mereka. Hanya karna
hal sepele sampai mengamuk seperti itu? aku tak bisa bayangkan bila aku menjadi
mommy.
Tiba-tiba aku
teringat akan surat, gelang dan batu permata itu. “ka, tadi gelang dan yang
lainnya mana?” aku menoleh kearah Ka Puspa. Ka Puspa hanya menunjuk sebelah
laptopnya yang terdapat ketiga benda itu. Aku segera mengambilnya.
“anter yuk?”
aku mengajak kedua saudara kembarku untuk mengantarku membuat jam tangan dengan
hiasan batu permata merah muda ini. Dengan serempak mereka menanyakan ‘kemana’.
“buat jam
dengan hiasan ini” jelasku tetapi mereka menolak dengan alasan sibuk dengan urusan
nya masing-masing. Ya sudah aku mengajak yang lain saja, lagipula aku memililki
banyak saudara, hehe. Aku mengambil hoddie biruku dan keluar kamar mencari
saudari-saudariku.
Aku membuka
kamar Annisa, Juniar, Rara dan Caitlyn dan ternyata mereka masih nyenyak
ditempat tidur nya masing-masing. “HEI! INI SUDAH SIANG!” aku berteriak di
dekat pintu dan beberapa dari mereka bangun karena terkejut dengan teriakkan
ku, tapi tidak dengan Rara dan Caitlyn yang masih tertidur pulas.
“ada apa?”
tanya Juniar dengan wajah polosnya karena baru bangun dari tidur nyenyaknya.
Aku mendengus kesal, sudah jam 9 lebih gini mereka belum bangun? Ckckck..
“AKU PULANG”
terdengar teriakan dari ruang tamu, sepertinya Ka Demi, Ka Anita dan Ka Dini
yang baru pulang dari jalan paginya, sudahlah. Aku meminta antar ke Juniar dan
Annisa tapi tetap saja mereka menolak ajakanku, aish.
Aku berjalan
keluar kamar mereka setelah menyuruh Caitlyn dan Rara bangun dan juga menyuruh
mereka ber4 untuk segera mandi. Diruang tv aku bertemu dengan ketiga kakak ku.
“ka, anter aku
yuk?” aku menawarkan pada semua kakak ku yang sedang sibuk dengan urusannya
masing-masing, Ka Anita dengan acara tv nya, Ka Demi dengan majalahnya dan Ka
Dini dengan I-Phone nya. Tak ada jawaban, apakah mereka terlalu serius?
Ckckck-_-
“KAKAK!” aku
pun mulai berteriak, mereka melirikku dan kembali kedalam kegiatannya
masing-masing. Huh, mengesalkan. Aku menghentakkan kaki ku dan pergi keluar
meninggalkan mereka.
Ah,
saudari-saudariku mengesalkan! Aku terus berjalan dan berjalan sampai aku sadar
bahwa aku tak tau jalan disini. Huaa.. aku lupa! aduh, bagaimana ini? Jalan
kembali kearah mana yah? Gara-gara terlalu emosi jadi tak melihat jalan.
Bagaimana ini?
Huaa.. mommy!! Ah sebaiknya aku membuat jam dulu. Yah, kemarin aku diberi uang
oleh tanteku dan mungkin ini cukup karena menurutku nilai uang yang diberikan
tante sangat banyak.
***
Selesai pergi
ke kota untuk membuat jam dengan hiasan batu permata itu aku tak tau harus
kemana, dank arena masih ada sisa uang jadi aku pergi ke kedai es krim saja.
Aneh yah? Padahal aku tak tau jalan pulang tapi tetap santai saja
berjalan-jalan, sudahlah bawa enjoy aja~.
“rasa
vanilla-bluberry nya yah 1” ups aku lupa dan memakai bahasa Indonesia, tentu
saja pelayan itu tak tau. Aku mengubah bahasaku menjadi bahasa Inggris dan
pastinya bisalah! Sambil menunggu es krim ku datang aku memperhatikan jam yang
baru saja dibuat. Jam ini sangat lucu, yah cukup mahal sih apabila di
rupiahkan, entahlah jika dijumlah dengan harga permata ini. Huh, pasti di
Indonesia lebih murah!
Ah~ sungguh
jam ini sangat lucu! Aku suka aku suka (gaya mei-mei-_-). Pesananku pun datang
dan aku menikmatinya.
***
Tak terasa
sudah jam 1pm, aku hanya berjalan-jalan di kota tapi aku ingin berkunjung ke
Menara Eiffel. Ah aku tak peduli jika aku pulang sore, aku ingin berkunjung
kesana.
-ditempat lain-
“Riska
kemana?” tanya Bella –mommy- saat menyadari anak ke-6 nya tidak mengikuti makan
siang. Para saudari-saudari nya hanya menggelengkan kepala dan beberapa saat
kemudian Puspa dan Retno tersadar bahwa Riska sedang pergi membuat jam.
“ya ampun aku
lupa!” Puspa menepuk jidatnya. Dengan bersamaan Puspa, Retno, Anita, dan Dini
pun mengatakan hal yang sama “RISKA TAK TAU JALAN DI PARIS!” semua mata
terbelakak kaget dengan ucapan mereka be-4.
-kembali ke Riska-
Wah, indah
sekali menara ini. Aku tak lupa untuk memotret moment ini dengan kamera
pemberian almarhum ayahku ini, kamera kecil berwarna putih, warna kesukaanku.
Huh, coba saja aku kesini dengan kekasihku, eh aku kan tak punya pacar!
Hehehe..
Bruuukk
Tas kecilku
terjatuh karena aku menabrak seseorang, aku yang menabrak atau dia, aku tak
tau. Ini salahku, gara-gara asyik memotret menara ini dari segala sudut dan
pemandangan disekitarnya sampai tidak melihat jalan dan orang-orang yang
berlalu-lalang.
“sorry” aku
menundukkan kepalaku dan segera mengambil tasku. Ternyata itu seorang pria.
Pria itu cukup tampan, hehe. “no problem, can I ask you?” Pria itu pun bertanya
kepadaku dan aku hanya mengangguk.
“do you know
this?” dia memberikan sebuah alamat yang aku pun tak tau. Tiba-tiba aku
teringat akan nasibku yang tak tau jalan pulang. Aku menggeleng menjawab
pertanyaan pria itu.
“hm.. where do
you come from?” aku menanyakan kepada pria itu dari mana ia berasal, karena
tidak mungkin jika ia orang Paris asli menanyakan alamat. Pasti ia orang asing
disini. Dia berasal dari Korea.
Tunggu, Korea? Aku suka lagu-lagu
Korea! Sebenarnya ia mencari alamat siapa? Jangan-jangan alamat palsunya ayu
ting-ting?
“oh, I’m
stranger too. I’m from Indonesia” aku menjelaskan tentang diriku yang sama-sama
orang asing disini, eh mommy ku asli orang sini sih hehe.
“Indonesia? You don’t look like asia people” dia memperhatikanku dari bawah sampai atas. Benarkah?
Teman-temanku di Indonesia pun tidak mengatakan seperti itu, bahkan mereka
mengatakan bahwa aku tidak seperti blasteran. Sebenarnya mana yang benar?
aish.. aku bingung.
“my mom
from here, and I was born in Indonesia” dia tetap memasang wajah bingung. “I just moved yesterday” jelasku dan wajahnya pun
kembali seperti semula.
“oh..
I’m Nickhun Buck Horvejkul” dia mengulurkan tangan nya untuk berkenalan
denganku. “Riska Nur Zikkah” aku memperkenalkan diriku.
***
Aku dan
Nickhun mengobrol-ngobrol tepat dibawah menara eiffel, sampai akhirnya aku
sadar bahwa ini sudah sore. Ku lirik jam tanganku dan ini sudah menunjukan jam
4pm. Bagaimana caraku pulang? Aku saja tak tau dimana alamat rumahku. Aku tak
membawa ponsel dan jika ada ponsel pun aku tak tau nomor telfon rumah atau yang
lainnya, pasti sudah mengganti nomor mereka dangan kartu yang ada di Paris.
Mungkin
karena melihat kekhawatiranku yang tak kunjung berhenti, Nickhun memberanikan
diri untuk bertanya. “why?” tanya Nickhun dan aku hanya mengatakan bahwa aku
tak tau jalan pulang. Mungkin aku dan Nickhun hampir senasib, yang berbeda
hanya dia tau alamat yang dia tuju sedangkan aku tidak.
-ditempat lain-
“aduh bagaimana ini? Riska belum pulang” Bella –mommy- berjalan kesana-kemari di sekitar ruang tv. Yang lainnya pun terlihat khawatir dan seperti berfikir keras. Bella sangat-sangat khawatir apabila anak ke-6 nya itu tidak bisa kembali kepelukannya.
“aduh bagaimana ini? Riska belum pulang” Bella –mommy- berjalan kesana-kemari di sekitar ruang tv. Yang lainnya pun terlihat khawatir dan seperti berfikir keras. Bella sangat-sangat khawatir apabila anak ke-6 nya itu tidak bisa kembali kepelukannya.
“telfon
Ka Riska!” saran Annisa mengacungkan jari nya. “dia tidak membawa ponsel” Retno
menunjukkan ponsel milik Riska.
“AKU
PULANG!” terdengar suara dari pintu depan dan semua nya langsung berlari untuk
mengetahui siapa yang pulang, mungkin saja Riska yang pulang, pikir mereka.
Terlebih lagi Bella –mommy- yang sangat bersemangat untuk melihatnya dan
ternyata.
Ternyata
yang datang itu Alecia, Alecia yang sudah kabur tadi pagi dengan emosinya yang
membludak. Semuanya kembali ke tempat semula dengan wajah sedih dan cemberut.
Alecia
berjalan santai dan ketika melihat wajah-wajah sedih diruang tv, Alecia pun
berhenti dan bertanya. Setelah pertanyaannya dijawab oleh Juniar, Alecia malah
menjawab ‘oh’ dan langsung pergi ke kamarnya.
-kembali ke Riska-
“kita senasib” ucap Nickhun, apa dia bisa baca pikiranku? Ah tidak, kita tidak senasib. Dia memberiku ide untuk menemukan alamat yang ia cari dan sekaligus mencari rumahku tapi menurutku itu percuma saja. Aku dan dia sama-sama baru datang di Paris, yah dia baru datang tadi pagi dan tidak ada yang menjemputnya di bandara.
“kita senasib” ucap Nickhun, apa dia bisa baca pikiranku? Ah tidak, kita tidak senasib. Dia memberiku ide untuk menemukan alamat yang ia cari dan sekaligus mencari rumahku tapi menurutku itu percuma saja. Aku dan dia sama-sama baru datang di Paris, yah dia baru datang tadi pagi dan tidak ada yang menjemputnya di bandara.
Lupakan
masalah sejenak. Aku dan Nickhun malah mengambil foto bersama di menara eiffel,
yah sebagai kenangan hahaha. Kita berdua memang aneh, ditengah masalah kita
masih saja sempat bersenang-senang. Yah itu lebih baik dari pada kita bersedih
saja di menara eiffel, itu akan membuat kesan pertama menjadi buruk.
Setelah
puas mengambil foto, aku berniat untuk mencari alamat rumahku dan Nickhun masih
tetap ingin agar kita mencarinya berdua. Ya sudah.
***
Siang
menjelang sore, dan sore menjelang malam. Ini sudah malam di Paris. Aku sangat
takut, takut tidak akan kembali ke rumahku dan berkumpul bersama
saudari-saudariku. Ah, berfikirlah positive Ris!!
“aku
sudah lelah” aku duduk di rerumputan yang berada di taman ini. Lagipula tak ada
tulisan rumput tidak boleh diinjak ini kan? Jadi bebas. Lagi pula banyak yang
duduk diantara rumput-rumput hijau ini. Nickhun pun sama denganku, bukan
lelahnya, maksudku duduk di sampingku.
“ayolah,
jangan menyerah!” Nickhun mencoba menyemangatiku tapi tetap saja aku sudah
lelah mencari alamat. Ah ini gara-gara Ayu Ting Ting! *ditamparAyuTingTing*.
“mommy”
entah kenapa aku meneteska air mata, aku kangen mommy. Melihatku menangis Nickhun
segera menghapus air mata itu. aku menengok kearah Nickhun dengan mata melotot.
“maaf,
sudah lah jangan menangis” Nickhun berusaha menenangkanku. Sudah berapa kali ia
menenangkan dan menyemangatiku tapi aku tetap sajah takut dan khawatir.
Ini
sudah jam 8pm. Huh, aku sangat ngantuk.
*gelap*
*gelap*
-dirumah-
“DEMI, DINI, ANITA! Ayo kita cari Riska” Bella mengajak anak-anak yang lebih tua dibanding yang lain untuk mencari saudarinya yang menghilang sejak beberapa jam yang lalu.
“DEMI, DINI, ANITA! Ayo kita cari Riska” Bella mengajak anak-anak yang lebih tua dibanding yang lain untuk mencari saudarinya yang menghilang sejak beberapa jam yang lalu.
“kenapa
tidak menelfon polisi saja sih” ucap Alecia santai sambil memegang minuman
ditangannya. Semua mata tertuju pada Alecia dengan tatapan menengerikan. Sudah
jelas polisi tidak akan menerima laporan orang hilang yang baru beberapa jam
saja, karena biasanya polisi hanya menerima laporan orang hilang yang sudah
lebih dari 24 jam atau 48 jam. Ka Alecia pun segera berjalan kekamarnya. Ah,
kakak macam apa dia? Pikir semuanya.
“sudah,
ayo!” ajak Bella dan mereka bertiga pun berdiri dan bersiap untuk mencari
adiknya, Riska. “mom, aku ikut” ucap Puspa dan Retno bersamaan tapi tidak
dibolehkan oleh Bella dan menyuruh mereka untuk menjaga adik-adiknya.
***
Jam
sudah menunjukkan pukul 11.30pm dan semuanya tertidur di ruang tv untuk
menunggu kedatangan saudarinya. Anita, Dini, Demi dan mommy mereka datang
dengan wajah lesu dan lelah. Mereka tak menemukan Riska dimanapun.
***
-ditempat Riska-
Sinar matahari dipagi hari kembali membangunkanku, tapi kali ini berbeda. Aku tertidur di taman? Bersama Nickhun? apa? aku menggeserkan tubuhku untuk sedikit menjauh dari Nickhun. Kulihat Nickhun membukakan matanya perlahan. “um..” desah nya.
Sinar matahari dipagi hari kembali membangunkanku, tapi kali ini berbeda. Aku tertidur di taman? Bersama Nickhun? apa? aku menggeserkan tubuhku untuk sedikit menjauh dari Nickhun. Kulihat Nickhun membukakan matanya perlahan. “um..” desah nya.
“lohh
aku dimana?” tanya nya kaget, masa dia lupa. “oh ya aku lupa” ucapnya
tiba-tiba, aneh. Jadi bagaimana? Saat ia ingin melelfon sepupunya, ponselnya
malah lowbatt. Lagi-lagi pertanyaan itu muncul dipikiranku, bagaimana?
Bagaimana ini?
Ya
sudah, kita putuskan untuk berjalan-jalan saja. Siapa tau kita melewati rumahku
atau alamat yang ia cari.
-ditempat lain-
“kemana Nickhun? ko sampai sekarang dia belum datang? Apakah ia tersesat?” tanya seorang wanita paruh baya itu. Seorang remaja pria yang diajaknya berbicara hanya menganggat pundaknya dengan wajah khawatir karena sepupunya itu tak kunjung datang ke rumahnya.
“kemana Nickhun? ko sampai sekarang dia belum datang? Apakah ia tersesat?” tanya seorang wanita paruh baya itu. Seorang remaja pria yang diajaknya berbicara hanya menganggat pundaknya dengan wajah khawatir karena sepupunya itu tak kunjung datang ke rumahnya.
Ting nung..
Bel rumah itu pun berbunyi, pria itu beranjak dari duduknya dan segera pergi ke depan pintu untuk melihat siapa yang menekan bel rumahnya. Dan ternyata itu adalah teman lamanya yang baru saja kembali dan sekarang menemuinya dengan wajah super khawatir.
Bel rumah itu pun berbunyi, pria itu beranjak dari duduknya dan segera pergi ke depan pintu untuk melihat siapa yang menekan bel rumahnya. Dan ternyata itu adalah teman lamanya yang baru saja kembali dan sekarang menemuinya dengan wajah super khawatir.
“apakah
kau pernah melihat gadis ini?” tanya gadis itu menujukkan sebuah foto kepada
pria itu. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya dan terus memperhatikan foto
yang diberikan gadis itu.
“memang
ini siapa? Dan ada apa dengan dia?” tanya pria itu mengembalikan foto yang
dibawa oleh sang teman cantiknya itu. Dengan nada khawatir gadis itu
menjelaskan bahwa itu adalah adiknya yang belum pulang sejak kemarin.
“bagaimana
Just? Aku harus bagaimana?” Demi memberikan beberapa pertanyaan dengan nada
khawatir kepada pria yang diketahui bernama Liam itu. Liam memberi saran agar
ia mencarinya atau melaporkannya kepada polisi. Demi dan yang lainnya telah
mencarinya dan tetap saja hasilnya nihil, sedangkan untuk melapor polisi? Ini
belum tepat 24 jam adik Demi menghilang.
“aku
akan membantumu mencarinya, aku juga ingin menjemput sepupu ku” ucap Liam dan
Demi pun kembali mencari adiknya, Riska. Liam masuk kedalam kamarnya dan
bersiap-siap untuk mencari sepupunya dan adik sahabatnya itu.
***
-ditempat Riska-
“aku lapar” ucap Nickhun memegang perutnya yang meminta untuk diisi. Sebenarnya aku pun begitu, tapi uangku hanya sedikit-_-. Nickhun mengajakku ke sebuah tempat makan yang sederhana, bukan kafe ataupun restoran. Yah, yang kira-kira pas disaku uang kami.
“aku lapar” ucap Nickhun memegang perutnya yang meminta untuk diisi. Sebenarnya aku pun begitu, tapi uangku hanya sedikit-_-. Nickhun mengajakku ke sebuah tempat makan yang sederhana, bukan kafe ataupun restoran. Yah, yang kira-kira pas disaku uang kami.
Tempat
makan itu sangat terbuka sehingga orang yang membawa mobil atau kendaraan
lainnya pun bisa melihatnya. Eh ternyata tempat makan itu menjual makanan Asia.
Kalau makanan Asia mungkin ada makanan Indonesia? Hehe.. aku memesan nasi
goreng saja, dan Nickhun memesan makanan yang sama denganku~.
Saat
kami selesai memakan sarapan kami, terdengar seperti bunyi klakson mobil dan
teriakan seorang pria yang memanggil nama Nickhun. Pria itu turun dari mobilnya
dan berlari kearah kami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar