Minggu, 13 Mei 2012

My Mom Is My Hero 2

My Mom Is My Hero 2
Author : Riska Nur Zikkah
Main Cats :
          - Bella Iislyn (Mommy)
          - Demi Lovato (Anak ke-1)
          - Alecia Myurix (Anak ke-2)
          - Dini Meliawati (Anak ke-3)
          - Anita Kusumawardani (Anak ke-4)
          - Puspa Yaumil Akhir (Anak ke-5)
          - Riska Nur Zikkah (Anak ke-6)
          - Retno Heriningrum (Anak ke-7)
          - Juniar Susiani (Anak ke-8)
          - Annisa Putri Wulandari (Anak ke-9)
          - Caitlyn Casmi (Anak ke-10)
          - Rara Alecia (Anak ke-11)
Sub.Cats : Nickhun Buck Horvejkul (2PM), Liam Payne (One Direction)
Genre : family, friendship, romance.

          Hembusan angin laut dipagi hari dan sehatnya sinar mentari menemani kami berdua –ali dan riska-. Sedangkan saudari-saudari ku yang cukup jauh jaraknya dariku bersenda gurau, bahkan ada yang berlarian. Hm.. aku hanya bisa menikmati alam indah ini dengan meminum jus manggaku ini.
          “hm.. Ris” Ka Ali memecahkan keheningan diantara kami. Aku hanya memalingkan wajahku untuk melihat wajah Ka Ali tanpa satu kata pun terucap dari bibirku.
          “aku..” ucap Ka Ali terputus ketika menatap wajahku dan kembali mengalihkan pandangannya menuju laut biru, aku hanya menatap Ka Ali bingung. “aku apa ka?” tanyaku memasang wajah bingung.
          “ah tidak” aish, apa-apaan sih Ka Ali. Selalu saja begitu! Memang nya kenapa? Aku apa? Jangan buat aku penasaran ka..
          “aku apa ka?” tanyaku ulang karena aku semakin penasaran, sebenarnya apa yang akan dikatakan Ka Ali? Ka Ali kembali memandang wajahku dan merogoh saku baju nya untuk mengambil sesuatu.
          Tit tit tit, suara alarm jam tanganku berbunyi. Tadi aku memasang jam alarm agar aku tidak lupa untuk kembali ke Ka Demi, dan ini sudah jam 8 lebih 15. “um.. ka, aku harus kembali ke Ka Demi” aku pun berdiri dan bersiap-siap untuk pergi dengan sepedaku.
          “um .. Ris” Ka Ali menahan tanganku, aku menatap tangan Ka Ali yang sedang memegang tanganku dan ia segera melepaskan pegangannya.
          “maaf, hm.. ini” Ka Ali memberikan sebuah gelang yang terbuat dari kerang-kerang kecil. Aku tidak langsung menerimanya melainkan menatap Ka Ali dengan tatapan bingung.
          “ini kenangan terakhir dariku, aku sengaja membuatnya tadi saat kau membeli jus dan ini, maaf kalau jelek” jelas Ka Ali kembali memberikan gelangnya, Ka Ali mengangkat tanganku dan memasangkan gelang itu dilenganku.
          “makasih ka J” aku memperhatikan gelang pemberian Ka Ali, ini sangat cantik. Oh yah aku harus segera ke Ka Demi. Aku memegang sepedaku dan bersiap-siap untuk mengayuhnya menuju Ka Demi tapi lagi-lagi Ka Ali menahanku.
          “biar aku yang bawa, kamu di belakang aja” akhirnya Ka Ali yang mengayuh sepedanya dan aku berdiri di belakang, yah memang hanya ada satu tempat duduk sepedaku tetapi ada tempat kaki untuk orang kedua (author gatau namanya -__-v)
          “kaka!” aku menyapa Ka Puspa yang sedang memainkan pasir dengan Ka Kevin. Ka Puspa menoleh kearahku. “ada apa?” tanya Ka Puspa. “udah jam 8 lebih 15 ka, ayo!” aku berteriak karena jarak sepedaku dan Ka Puspa sudah lumayan jauh.
          Disepanjang jalan aku menyapa saudara-saudaraku meskipun ada dari mereka yang sudah berada di batu besar dengan Ka Demi dan yang lainnya.
***
          “dadah semuanya!” kami pun mulai mengayuh sepeda kami masing-masing meninggalkan Ka Ali dan kawan-kawan. Kami mengayuh sekuat tenaga kami agar kami tidak terlambat datang di rumah.
***
          “KAMI PULANG” kami pun datang dirumah tepat jam setengah sembilan. Dan untunglah kami tidak dimarahi mom, mom sangat baiiik. Kami pun di antar oleh paman untuk menuju Bandara Soekarno-Hatta.
***
          Tes tes tes.. butiran bening itu lagi-lagi menghiasi wajah kami, air mata. Kami menangis ketika kami tiba di Bandara ini, ya.. kau tau? Bandara.. menurut kalian pilot itu bekerja dimana? Maksudku dimana ayah ku mengendalikan pesawat itu? Yap, disinilah ayahku bekerja. Aku kangen ayah..
          Butiran air itu mengalir sangat deras di pipi mommy, yah meskipun kami begitu tapi jumlah air yang keluar berbeda. Mommy sangat-sangat sedih, mungkin kalau kita sangat sedih.
          Sampai jumpa Indonesia! Aku harap suatu saat aku akan berkunjung kembali kesini, aku.. aku akan merindukan semua yang ada disini. Indonesia, aku mencintaimu! Daah!! Lambaian kecil ku sampaikan pada tanah airku dan semua yang aku kenal dan aku sayang disini. Aku terus melihat dari jendela pesawat sampai akhirnya kami lepas landas dan terbang tinggi.
          “hiks hiks..” aku sangat ingin memeluk mommy saat ini, tapi apa daya. Mommy berada di depanku dan yang berada disampingku adalah Ka Alecia. Ku lihat mata Ka Alecia hanya berkaca-kaca, maksudku dia tidak sampai menangis seperti kami. Yah, mungkin kalian kira kami ini cengeng, okey lah, tapi jika kalian seperti kami bagaimana? Menurutku pasti sama.
***
          Kami sudah sampai di Bandara International yang berada di Kota Paris (author memang ga tau namanya._.vabaikan). lagi-lagi mommy meneteskan air mata, sedangkan kami tidak. ya kalian tau sendiri, di bandara inilah Mommy dan Ayah dipertemukan saat itu.
          “sudah mom, jangan menangis lagi. Nanti ayah juga ikut menangis” ucap Ka Demi menenangkan mommy, isakan mommy berangsur-angsur menjadi pelan sampai akhirnya berhenti. Kami pun menaiki taksi untuk menuju rumah mommy yang berada di Paris, rumah nya dekat dengan rumah kakek dan nenek.
          Begitu sampai dirumah mommy ini aku terpenjat, kagum melihat rumah mommy yang sebesar ini. Sebenarnya ukuran rumah ini sama saja dengan rumah yang ada di Indonesia. Tapi halamannya lah yang membuatku kagum. Disini banyak bunga-bunga yang warna-warni dan juga air mancur, halamannya cukup luas.
          Dan selama ini, hanya tante ku lah yang menempati rumah ini. Selama mommy tinggal di Indonesia gitu. Adik mommyku itu pun menyambut kedatangan kami dengan sangat baik.
          “aku turut berduka cita” tante memeluk mommyku hangat dan mommy hanya mengangguk menyembunyikan rasa sedihnya yang sangat mendalam itu. Hari ini kami terlalu lelah dan juga kami harus membereskan barang-barang kami jadi kami tidak keluar rumah hari ini. Tante ku akan mengurus semua tentang sekolah kami.
****
          Sinar mentari yang menerobos celah gorden kamarku, Puspa dan Retno telah membangunkan kami bertiga. Retno pergi ke kamar mandi, sedangkan kami –Puspa dan Riska- menunggu giliran setelah Retno. Ka Puspa sibuk dengan laptopnya, entahlah dia sedang apa. Aku ingin melihat keindahan kota paris dari balkon kamar.
          Kubuka pintu balkon dan sinar mentari pun langsung berebutan untuk masuk kedalam kamar, cahaya matahari dipagi hari yang menghangatkan tubuh. Ini musim semi, yah aku tak tau seperti apa negara 4 musim itu karena aku baru mengunjunginya kemarin. Aku tak pernah berkunjung ke Paris dari sejak aku lahir di Indonesia.
          Hm.. udara pagi hari yang menyejukkan ini pun ikut menemaniku dipagi yang cerah ini. Angin sepoi-sepoi, rasanya lengkap sudah suasana dipagi Paris ini. Dan balkon kamarku ini tepat sekali menuju Menara Eiffel meskipun jarak nya sangat jauh, yah lumayan lah.
          Ku lihat seperti ada pantulan cahaya dari gelang kerang pemberian Ka Ali, tepatnya didalam kerang yang lebih besar ukurannya dibanding kerang yang lain. Ku lepaskan gelang dari pergelanganku untuk melihat apa yang telah memantulkan cahaya matahari itu, karena tidak mungkin jika cangkang kerang bisa memantulkan cahaya.
          Aku menyipitkan sebelah mataku untuk melihat kedalam isi kerang itu, dan berhasil! Aku mendapatkannya, hei apa ini? Seperti berlian, tapi tidak mungkin. Hm.. ini.. ini batu permata! Yap batu permata!
          Permata ini cukup kecil, tapi tidak terlalu kecil juga sih. Apa ini sengaja di simpan didalam kerang oleh Ka Ali atau memang setelah cangkang kerang ini sudah tidak berpenghuni sudah diisi oleh permata ini? Beribu-ribu pertanyaan muncul diotakku. Lalu akan ku apakan batu berwarna merah muda ini? Dibuatkan cincin? Aku tidak suka memakai cincin -_-. Aku ingin membuat jam tangan!
          “kaka!” aku memanggil Ka Puspa yang masih setia dengan laptopnya, Ka Puspa memalingkan wajahnya kearahku dan kembali focus kelaptopnya. Aku berjalan menghampiri Ka Puspa.
          “ka, menurut kaka ini apa?” aku menunjukkan batu merah muda tadi. Ka Puspa mengambilnya dari tanganku dan memperhatikannya dengan seksama (?).
          “bukannya ini batu permata ruby? Kamu dapet dari mana?” tanya Ka Puspa setelah memperhatikan batu permata yang diketahuinya permata ruby itu. Aku hanya memberikan gelang kerang ku pada Ka Puspa.
          Ka Puspa memperhatikan gelang itu kembali, sepertinya masih ada yang terselip di dalam cangkang kerang yang lain. Aku heran, bagaimana bisa? Cangkang kerang itu lumayan kecil, tidak besar. Tidak ada yang berfikir itu seperti tiram yang ada di spongebob.
          Ternyata Ka Puspa mengeluarkan sebuah kertas dari sebuah cangkang kerang itu juga. “aku harap kau menyukainya, dan sebenarnya aku sangat menyayangimu-Ali” Ka Puspa membacakan tulisan yang berada di dalam kertas kecil itu. apa?
          Kaget, itulah yang aku rasakan saat ini. Begitupun dengan Ka Puspa. “jadi?” tanya Ka Puspa membulatkan matanya (?). Yang aku herankan, bagaimana bisa kertas itu masuk kedalam kerang itu? begitupun dengan batu permata itu. Retno keluar dari kamar mandi dan menghampiri kami sembari mengeringkan rambutnya yang baru dikeramas.
          “ada apa?” tanya Retno melihat kami berdua. Kami saling bertatapan dan “noooooo” entah kenapa aku berteriak setelah itu. Ka Puspa memberikan kertas kecil itu ke Retno dan dia membacanya. “hah?” sama seperti kami, kaget.
          PRAAAANNGG….
          Ditengah kekagetan kami akan surat itu, terdengar suara sesuatu yang terbuat dari kaca jatuh ke lantai. Kami yang mendengarnya pun segera berlari ke lantai bawah untuk melihat.
          Tante ku sekarang sudah tinggal kembali kerumahnya karena pemilik yang sebenarnya sudah kembali, sebenarnya tante ku disuruh mommy untuk tetap tinggal tapi tanteku menolak dengan alasan keluarganya.
          “AKU TAK MAU MOM!” sentak Ka Alecia. Aku tak tau apa yang jadi permasalahannya disini, sebenarnya ada apa? Terlihat wajah mom merah padam, aku tak tau ekspresi apa itu. Apakah sedih, marah, kecewa atau entahlah.
          “tapi tante mu sudah susah payah Lec!” bentak mommy tak kalah dengan Ka Alecia. Ka Alecia mengambil gelas yang berada di meja didekatnya dan bersiap-siap untuk melemparnya kembali.
          “MOM EGOIS!” praaangg!! Ka Alecia melemparkan gelas itu tepat di dekat mommy dan pergi begitu saja. Kini di dapur hanya ada aku, Retno, Ka Puspa yang melihat mommy. Kami menghampiri mommy.
          Mom sudah terpukul atas kepergian ayah dan sekarang? Kembali sedih karena anaknya, maksudku anak-anaknya. “mom” lirih kami pelan. Mom sedang membersihkan pecahan piring dan gelas yang sudah di lemparkan oleh Ka Alecia tadi. Air-air suci itu pun kembali keluar dari matanya yang indah, menetes di lantai yang dingin.
          “ada apa mom? Ka Alecia kenapa?” kami menunduk untuk menyesuaikan dengan posisi mommy saat ini. Mommy melihat kearah kami bertiga dan kembali kepekerjaannya. Kami saling bertatapan dan mengangguk mengetahui apa yang harus kami kerjakan.
          Ka Puspa dan Retno mengajak mommy untuk mengobrol di meja makan sedangkan aku membersihkan pecahan itu. Aku kira bukan aku yang bersihinnya -_- huaaa.. nasib--!.
          -ditempat lain-
          BRUUKK
         
Ketika Anita dan Dini sedang berjalan-jalan di sekitar kompleks rumah ditemani oleh Demi, Anita dan Dini tidak sengaja menabrak seorang pria yang tengah lari pagi.
          “maaf” ucap Anita dan Dini bersamaan, mereka lupa bahwa ini di Paris bukan di Lombok. “what’s?” tanya pria itu bingung. Dini menepuk jidatnya dan Anita mendesah kecil.
          “aku lupa, I’m sorry” ucap mereka berdua bersamaan lagi dan masih dalam keadaan menundukan kepala. Pria itu tersenyum dan tentu saja mereka berdua tidak bisa melihatnya. Demi yang berada di belakang mereka dan merasa mengenal pria itu pun melambaikan tangannya.
          “Liam!” sapa Demi dan pria yang di ketahui namanya Liam itu pun menghampiri Demi dan melewati Anita dan Dini. Dini dan Anita melihat kemana pria itu berjalan dan ketika melihat wajah pria itu.
          “ya ampun, keren banget” batin Dini. Tak kalah dengan Dini, Anita pun bergurau dalam hatinya “ganteng nyaa”. Demi dan Liam asyik mengobrol disana sampai Demi lupa akan adik-adiknya yang ia tinggalkan begitu saja karena mereka mengobrol sambil berjalan.
          “seperti ada yang ketinggalan” ucap Demi seperti mencari sesuatu yang janggal dalam hatinya. Liam hanya mengerutkan dahinya dan bertanya kepada Demi apa yang tertinggal.
          “adikku!” Demi menepuk jidatnya dan berlari sekuat tenaga untuk kembali ke tempat tadi. Ketika Demi sampai di tempat tadi, Dini dan Anita masih berdiri terpatung seperti tadi. Demi melambaikan tangannya di depan wajah kedua adiknya itu.
          “kakak, kenapa tinggalin kami!” bentak mereka berdua seperempak bagaikan prajurit wanita. Demi hanya memamerkan senyumnya kepada kedua adiknya ini lalu merangkul bahu mereka, jadi sekarang posisi Demi berada di antara kedua adiknya.
          Liam pun menghampiri Demi dengan santainya. “so?” Liam memberhentikan pertanyaannya untuk meminta jawaban dari Demi.
          “they are my sister. This is Anita and Dini” Demi menunjuk satu-satu dari kedua adiknya itu. Liam tersenyum dan mengulurkan tangannya kepada dua gadis cantik tadi.
          “Liam Payne” “Dini Meliawati” “Anita Kusumawardani” mereka saling menunjukkan senyum di wajah mereka sampai akhirnya Demi mengajak pulang adik-adiknya. “ah.. main dulu ka” rengek mereka berdua melihat kearah Liam tapi tetap saja mereka tidak bisa membatalkan keputusan Demi, kakaknya. Dan akhirnya mereka pulang.
        ***
          “bagaimana mommy?” tanyaku saat aku, Ka Puspa dan Retno sedang bersantai di kamar kami. Aku dan Ka Puspa sudah mandi tadi setelah menenangkan mommy dan sekarang mommy sedang menenangkan dirinya di kamar, mungkin sedang tidur untuk melepaskan lelahnya.
          “Ka Alecia ga mau sekolah di Sky High School padahal dia sudah didaftarkan disana dan kau lihat sendiri kan? Ka Alecia mengamuk tadi” jelas Ka Puspa yang tetap focus dengan laptopnya.
          “iya, padahal kan itu masalah sepele” tambah Retno yang sedang serius dengan pensil dan buku gambarnya.
          “hah? Hanya karena itu? ya ampun” aku tak percaya mendengar penjelasan mereka. Hanya karna hal sepele sampai mengamuk seperti itu? aku tak bisa bayangkan bila aku menjadi mommy.
          Tiba-tiba aku teringat akan surat, gelang dan batu permata itu. “ka, tadi gelang dan yang lainnya mana?” aku menoleh kearah Ka Puspa. Ka Puspa hanya menunjuk sebelah laptopnya yang terdapat ketiga benda itu. Aku segera mengambilnya.
          “anter yuk?” aku mengajak kedua saudara kembarku untuk mengantarku membuat jam tangan dengan hiasan batu permata merah muda ini. Dengan serempak mereka menanyakan ‘kemana’.
          “buat jam dengan hiasan ini” jelasku tetapi mereka menolak dengan alasan sibuk dengan urusan nya masing-masing. Ya sudah aku mengajak yang lain saja, lagipula aku memililki banyak saudara, hehe. Aku mengambil hoddie biruku dan keluar kamar mencari saudari-saudariku.
          Aku membuka kamar Annisa, Juniar, Rara dan Caitlyn dan ternyata mereka masih nyenyak ditempat tidur nya masing-masing. “HEI! INI SUDAH SIANG!” aku berteriak di dekat pintu dan beberapa dari mereka bangun karena terkejut dengan teriakkan ku, tapi tidak dengan Rara dan Caitlyn yang masih tertidur pulas.
          “ada apa?” tanya Juniar dengan wajah polosnya karena baru bangun dari tidur nyenyaknya. Aku mendengus kesal, sudah jam 9 lebih gini mereka belum bangun? Ckckck..
          “AKU PULANG” terdengar teriakan dari ruang tamu, sepertinya Ka Demi, Ka Anita dan Ka Dini yang baru pulang dari jalan paginya, sudahlah. Aku meminta antar ke Juniar dan Annisa tapi tetap saja mereka menolak ajakanku, aish.
          Aku berjalan keluar kamar mereka setelah menyuruh Caitlyn dan Rara bangun dan juga menyuruh mereka ber4 untuk segera mandi. Diruang tv aku bertemu dengan ketiga kakak ku.
          “ka, anter aku yuk?” aku menawarkan pada semua kakak ku yang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing, Ka Anita dengan acara tv nya, Ka Demi dengan majalahnya dan Ka Dini dengan I-Phone nya. Tak ada jawaban, apakah mereka terlalu serius? Ckckck-_-
          “KAKAK!” aku pun mulai berteriak, mereka melirikku dan kembali kedalam kegiatannya masing-masing. Huh, mengesalkan. Aku menghentakkan kaki ku dan pergi keluar meninggalkan mereka.
          Ah, saudari-saudariku mengesalkan! Aku terus berjalan dan berjalan sampai aku sadar bahwa aku tak tau jalan disini. Huaa.. aku lupa! aduh, bagaimana ini? Jalan kembali kearah mana yah? Gara-gara terlalu emosi jadi tak melihat jalan.
          Bagaimana ini? Huaa.. mommy!! Ah sebaiknya aku membuat jam dulu. Yah, kemarin aku diberi uang oleh tanteku dan mungkin ini cukup karena menurutku nilai uang yang diberikan tante sangat banyak.
          ***
          Selesai pergi ke kota untuk membuat jam dengan hiasan batu permata itu aku tak tau harus kemana, dank arena masih ada sisa uang jadi aku pergi ke kedai es krim saja. Aneh yah? Padahal aku tak tau jalan pulang tapi tetap santai saja berjalan-jalan, sudahlah bawa enjoy aja~.
          “rasa vanilla-bluberry nya yah 1” ups aku lupa dan memakai bahasa Indonesia, tentu saja pelayan itu tak tau. Aku mengubah bahasaku menjadi bahasa Inggris dan pastinya bisalah! Sambil menunggu es krim ku datang aku memperhatikan jam yang baru saja dibuat. Jam ini sangat lucu, yah cukup mahal sih apabila di rupiahkan, entahlah jika dijumlah dengan harga permata ini. Huh, pasti di Indonesia lebih murah!
          Ah~ sungguh jam ini sangat lucu! Aku suka aku suka (gaya mei-mei-_-). Pesananku pun datang dan aku menikmatinya.
          ***
          Tak terasa sudah jam 1pm, aku hanya berjalan-jalan di kota tapi aku ingin berkunjung ke Menara Eiffel. Ah aku tak peduli jika aku pulang sore, aku ingin berkunjung kesana.
          -ditempat lain-
          “Riska kemana?” tanya Bella –mommy- saat menyadari anak ke-6 nya tidak mengikuti makan siang. Para saudari-saudari nya hanya menggelengkan kepala dan beberapa saat kemudian Puspa dan Retno tersadar bahwa Riska sedang pergi membuat jam.
          “ya ampun aku lupa!” Puspa menepuk jidatnya. Dengan bersamaan Puspa, Retno, Anita, dan Dini pun mengatakan hal yang sama “RISKA TAK TAU JALAN DI PARIS!” semua mata terbelakak kaget dengan ucapan mereka be-4.
          -kembali ke Riska-
          Wah, indah sekali menara ini. Aku tak lupa untuk memotret moment ini dengan kamera pemberian almarhum ayahku ini, kamera kecil berwarna putih, warna kesukaanku. Huh, coba saja aku kesini dengan kekasihku, eh aku kan tak punya pacar! Hehehe..
          Bruuukk
          Tas kecilku terjatuh karena aku menabrak seseorang, aku yang menabrak atau dia, aku tak tau. Ini salahku, gara-gara asyik memotret menara ini dari segala sudut dan pemandangan disekitarnya sampai tidak melihat jalan dan orang-orang yang berlalu-lalang.
          “sorry” aku menundukkan kepalaku dan segera mengambil tasku. Ternyata itu seorang pria. Pria itu cukup tampan, hehe. “no problem, can I ask you?” Pria itu pun bertanya kepadaku dan aku hanya mengangguk.
          “do you know this?” dia memberikan sebuah alamat yang aku pun tak tau. Tiba-tiba aku teringat akan nasibku yang tak tau jalan pulang. Aku menggeleng menjawab pertanyaan pria itu.
          “hm.. where do you come from?” aku menanyakan kepada pria itu dari mana ia berasal, karena tidak mungkin jika ia orang Paris asli menanyakan alamat. Pasti ia orang asing disini. Dia berasal dari Korea.
Tunggu, Korea? Aku suka lagu-lagu Korea! Sebenarnya ia mencari alamat siapa? Jangan-jangan alamat palsunya ayu ting-ting?
          “oh, I’m stranger too. I’m from Indonesia” aku menjelaskan tentang diriku yang sama-sama orang asing disini, eh mommy ku asli orang sini sih hehe.
          “Indonesia? You don’t look like asia people” dia memperhatikanku dari bawah sampai atas. Benarkah? Teman-temanku di Indonesia pun tidak mengatakan seperti itu, bahkan mereka mengatakan bahwa aku tidak seperti blasteran. Sebenarnya mana yang benar? aish.. aku bingung.
          “my mom from here, and I was born in Indonesia” dia tetap memasang wajah bingung. “I just moved yesterday” jelasku dan wajahnya pun kembali seperti semula.
          “oh.. I’m Nickhun Buck Horvejkul” dia mengulurkan tangan nya untuk berkenalan denganku. “Riska Nur Zikkah” aku memperkenalkan diriku.
          ***
          Aku dan Nickhun mengobrol-ngobrol tepat dibawah menara eiffel, sampai akhirnya aku sadar bahwa ini sudah sore. Ku lirik jam tanganku dan ini sudah menunjukan jam 4pm. Bagaimana caraku pulang? Aku saja tak tau dimana alamat rumahku. Aku tak membawa ponsel dan jika ada ponsel pun aku tak tau nomor telfon rumah atau yang lainnya, pasti sudah mengganti nomor mereka dangan kartu yang ada di Paris.
          Mungkin karena melihat kekhawatiranku yang tak kunjung berhenti, Nickhun memberanikan diri untuk bertanya. “why?” tanya Nickhun dan aku hanya mengatakan bahwa aku tak tau jalan pulang. Mungkin aku dan Nickhun hampir senasib, yang berbeda hanya dia tau alamat yang dia tuju sedangkan aku tidak.
          -ditempat lain-
         
“aduh bagaimana ini? Riska belum pulang” Bella –mommy- berjalan kesana-kemari di sekitar ruang tv. Yang lainnya pun terlihat khawatir dan seperti berfikir keras. Bella sangat-sangat khawatir apabila anak ke-6 nya itu tidak bisa kembali kepelukannya.
          “telfon Ka Riska!” saran Annisa mengacungkan jari nya. “dia tidak membawa ponsel” Retno menunjukkan ponsel milik Riska.
          “AKU PULANG!” terdengar suara dari pintu depan dan semua nya langsung berlari untuk mengetahui siapa yang pulang, mungkin saja Riska yang pulang, pikir mereka. Terlebih lagi Bella –mommy- yang sangat bersemangat untuk melihatnya dan ternyata.
          Ternyata yang datang itu Alecia, Alecia yang sudah kabur tadi pagi dengan emosinya yang membludak. Semuanya kembali ke tempat semula dengan wajah sedih dan cemberut.
          Alecia berjalan santai dan ketika melihat wajah-wajah sedih diruang tv, Alecia pun berhenti dan bertanya. Setelah pertanyaannya dijawab oleh Juniar, Alecia malah menjawab ‘oh’ dan langsung pergi ke kamarnya.
          -kembali ke Riska-
          “kita senasib” ucap Nickhun, apa dia bisa baca pikiranku? Ah tidak, kita tidak senasib. Dia memberiku ide untuk menemukan alamat yang ia cari dan sekaligus mencari rumahku tapi menurutku itu percuma saja. Aku dan dia sama-sama baru datang di Paris, yah dia baru datang tadi pagi dan tidak ada yang menjemputnya di bandara.     
          Lupakan masalah sejenak. Aku dan Nickhun malah mengambil foto bersama di menara eiffel, yah sebagai kenangan hahaha. Kita berdua memang aneh, ditengah masalah kita masih saja sempat bersenang-senang. Yah itu lebih baik dari pada kita bersedih saja di menara eiffel, itu akan membuat kesan pertama menjadi buruk.
          Setelah puas mengambil foto, aku berniat untuk mencari alamat rumahku dan Nickhun masih tetap ingin agar kita mencarinya berdua. Ya sudah.
          ***
          Siang menjelang sore, dan sore menjelang malam. Ini sudah malam di Paris. Aku sangat takut, takut tidak akan kembali ke rumahku dan berkumpul bersama saudari-saudariku. Ah, berfikirlah positive Ris!!
          “aku sudah lelah” aku duduk di rerumputan yang berada di taman ini. Lagipula tak ada tulisan rumput tidak boleh diinjak ini kan? Jadi bebas. Lagi pula banyak yang duduk diantara rumput-rumput hijau ini. Nickhun pun sama denganku, bukan lelahnya, maksudku duduk di sampingku.
          “ayolah, jangan menyerah!” Nickhun mencoba menyemangatiku tapi tetap saja aku sudah lelah mencari alamat. Ah ini gara-gara Ayu Ting Ting! *ditamparAyuTingTing*.
          “mommy” entah kenapa aku meneteska air mata, aku kangen mommy. Melihatku menangis Nickhun segera menghapus air mata itu. aku menengok kearah Nickhun dengan mata melotot.
          “maaf, sudah lah jangan menangis” Nickhun berusaha menenangkanku. Sudah berapa kali ia menenangkan dan menyemangatiku tapi aku tetap sajah takut dan khawatir.
          Ini sudah jam 8pm. Huh, aku sangat ngantuk.
          *gelap*
          -dirumah-
          “DEMI, DINI, ANITA! Ayo kita cari Riska” Bella mengajak anak-anak yang lebih tua dibanding yang lain untuk mencari saudarinya yang menghilang sejak beberapa jam yang lalu.
          “kenapa tidak menelfon polisi saja sih” ucap Alecia santai sambil memegang minuman ditangannya. Semua mata tertuju pada Alecia dengan tatapan menengerikan. Sudah jelas polisi tidak akan menerima laporan orang hilang yang baru beberapa jam saja, karena biasanya polisi hanya menerima laporan orang hilang yang sudah lebih dari 24 jam atau 48 jam. Ka Alecia pun segera berjalan kekamarnya. Ah, kakak macam apa dia? Pikir semuanya.
          “sudah, ayo!” ajak Bella dan mereka bertiga pun berdiri dan bersiap untuk mencari adiknya, Riska. “mom, aku ikut” ucap Puspa dan Retno bersamaan tapi tidak dibolehkan oleh Bella dan menyuruh mereka untuk menjaga adik-adiknya.
          ***
          Jam sudah menunjukkan pukul 11.30pm dan semuanya tertidur di ruang tv untuk menunggu kedatangan saudarinya. Anita, Dini, Demi dan mommy mereka datang dengan wajah lesu dan lelah. Mereka tak menemukan Riska dimanapun.
          ***
          -ditempat Riska-
          Sinar matahari dipagi hari kembali membangunkanku, tapi kali ini berbeda. Aku tertidur di taman? Bersama Nickhun? apa? aku menggeserkan tubuhku untuk sedikit menjauh dari Nickhun. Kulihat Nickhun membukakan matanya perlahan. “um..” desah nya.
          “lohh aku dimana?” tanya nya kaget, masa dia lupa. “oh ya aku lupa” ucapnya tiba-tiba, aneh. Jadi bagaimana? Saat ia ingin melelfon sepupunya, ponselnya malah lowbatt. Lagi-lagi pertanyaan itu muncul dipikiranku, bagaimana? Bagaimana ini?
          Ya sudah, kita putuskan untuk berjalan-jalan saja. Siapa tau kita melewati rumahku atau alamat yang ia cari.
          ­­-ditempat lain-
         
“kemana Nickhun? ko sampai sekarang dia belum datang? Apakah ia tersesat?” tanya seorang wanita paruh baya itu. Seorang remaja pria yang diajaknya berbicara hanya menganggat pundaknya dengan wajah khawatir karena sepupunya itu tak kunjung datang ke rumahnya.
          Ting nung..
          Bel rumah itu pun berbunyi, pria itu beranjak dari duduknya dan segera pergi ke depan pintu untuk melihat siapa yang menekan bel rumahnya. Dan ternyata itu adalah teman lamanya yang baru saja kembali dan sekarang menemuinya dengan wajah super khawatir.
          “apakah kau pernah melihat gadis ini?” tanya gadis itu menujukkan sebuah foto kepada pria itu. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya dan terus memperhatikan foto yang diberikan gadis itu.
          “memang ini siapa? Dan ada apa dengan dia?” tanya pria itu mengembalikan foto yang dibawa oleh sang teman cantiknya itu. Dengan nada khawatir gadis itu menjelaskan bahwa itu adalah adiknya yang belum pulang sejak kemarin.
          “bagaimana Just? Aku harus bagaimana?” Demi memberikan beberapa pertanyaan dengan nada khawatir kepada pria yang diketahui bernama Liam itu. Liam memberi saran agar ia mencarinya atau melaporkannya kepada polisi. Demi dan yang lainnya telah mencarinya dan tetap saja hasilnya nihil, sedangkan untuk melapor polisi? Ini belum tepat 24 jam adik Demi menghilang.
          “aku akan membantumu mencarinya, aku juga ingin menjemput sepupu ku” ucap Liam dan Demi pun kembali mencari adiknya, Riska. Liam masuk kedalam kamarnya dan bersiap-siap untuk mencari sepupunya dan adik sahabatnya itu.
          ***
          ­-ditempat Riska-
          “aku lapar” ucap Nickhun memegang perutnya yang meminta untuk diisi. Sebenarnya aku pun begitu, tapi uangku hanya sedikit-_-. Nickhun mengajakku ke sebuah tempat makan yang sederhana, bukan kafe ataupun restoran. Yah, yang kira-kira pas disaku uang kami.
          Tempat makan itu sangat terbuka sehingga orang yang membawa mobil atau kendaraan lainnya pun bisa melihatnya. Eh ternyata tempat makan itu menjual makanan Asia. Kalau makanan Asia mungkin ada makanan Indonesia? Hehe.. aku memesan nasi goreng saja, dan Nickhun memesan makanan yang sama denganku~.
          Saat kami selesai memakan sarapan kami, terdengar seperti bunyi klakson mobil dan teriakan seorang pria yang memanggil nama Nickhun. Pria itu turun dari mobilnya dan berlari kearah kami.      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar